REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesawat Malaysia Airlines MH370 membawa baterai lithium-ion. Baterai tersebut diduga mudah terbakar jika diletakkan dalam kargi. Pendapat ini menjadi babak baru misteri hilangnya pesawat tersebut.
Baterai lithium-ion yang digunakan dalam ponsel dan laptop telah menyebabkan sejumlah kebakaran di pesawat. Bahkan, telah membawa pesawat jatuh dalam beberapa tahun terakhir. Menurut pihak Federal Aviation Administration, kasus baterai lithium-ion yang dibawa dalam kargo atau bagasi telah menyebabkan lebih dari 140 insiden kecelakaan pesawat antara Maret 1991 dan 17 Februari 2014.
Dalam kasus yang jarang terjadi ini, pesawat hancur akibat kebakaran dimulai dari perangkat elektronik lalu menyebar ke seluruh badan pesawat. Pesawat kemudian hancur.
Dalam satu kasus UPS Airlines Flight 6 jatuh saat mencoba mendarat darurat pada bulan September 2010. Ketika itu sedang melakukan perjalanan dari Dubai ke Cologne di Jerman. Diyakini, api muncul pertama kali di kargo, menghancurkan sistem komunikasi pesawat kemudian mengisi kabin dengan asap beracun, sehingga menyebabkan penumpang tewas.
"Kami membawa beberapa baterai kecil lithium-ion, bukan baterai besar dan pada dasarnya disetujui di bawah ICAO (International Civil Aviation Organisation)," ujar CEO Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, seperti dikutip Daily Mail, Jumat (21/3).
Pengakuan tersebut dikatakan setelah empat hari berlalu usai ia menyangkal pesawat itu membawa item berbahaya dan hampir dua minggu setelah pesawat itu hilang. Saat membantah, Jauhari menekankan sebagian besar muatan pesawat itu, tiga hingga empat ton buah manggis. Dia juga menekankan bateri lithium-ion pada dasarnya bukan barang berbahayan meskipun ICAO mengklasifikasikannya sebagai bahan berbahaya.
Dia sebelumnya mengatakan pihak berwenang sedang menyelidiki kargo. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apa saja barang yang dibawa dalam pesawat itu.