REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) tentang zakat harus segera direvisi oleh pemerintah, terutama di beberapa pasal krusial yang multitafsir dan ambigu.
Misalnya, aturan tentang keberadaan lembaga zakat yang hanya satu di setiap provinsi. Aturan ini dianggap sangat memberatkan jika berlaku surut.
Pendapat ini ditegaskan Ketua Umum Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Wahyurahman. "Salah satu pasal krusial yang dianggap memberatkan dalam PP Zakat adalah peraturan tentang perwakilan di setiap provinsi yang hanya satu cabang," ujarnya, Sabtu (22/3).
Padahal, menurut dia, BMH memiliki perwakilan cabang hingga ke tingkat kecamatan. “Kalau cabang-cabang ini mau ditertibkan oleh PP Zakat, tentu kami keberatan. Apalagi status BMH sudah Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas).
Jika PP Zakat ini tidak berlaku surut, kata Wahyurahman, mungkin pihaknya masih bisa menerima. Namun, jika PP Zakat ini berlaku surut, maka pihaknya akan menggugat.
Namun, sebelum mengajukan gugatan, 19 Laznas yang sudah terbentuk di seluruh Indonesia akan berkumpul dahulu dalam Forum Zakat.
"Persoalan lainnya dalam PP Zakat ini ada ambiguitas peran Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), apakah sebagai regulator (pengawas) atau pelaksana. Rangkap posisi ini seharusnya tidak boleh dan tidak wajar. Idealnya Baznas menjadi regulator saja," kata Wahyurahman.
Ia juga meminta pemerintah, khususnya Kementerian Agama (Kemenag) agar segera memperjelas dan merevisi kembali PP Zakat.