Sabtu 22 Mar 2014 15:46 WIB

Tahafut Al-Falasifah, Kontroversi Ranah Filsafat (1)

Sampul depan Kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali.
Foto: Wikipedia.org
Sampul depan Kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali.

Oleh: Ani Nursalikah

Karya Al-Ghazali ini menciptakan kontradiksi dalam pemikiran para filsuf tentang Tuhan dan alam semesta.

Filsuf termasyhur Al-Ghazali melalui karyanya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Filsafat) mengkritik pemikiran filsuf Islam Ibnu Sina.

Karya kontroversial ini dibuat pada abad ke-11. Filsuf Muslim seperti Ibnu Sina (Avicenna) dan Al-Farabi (Alpharabius) di cela dalam buku ini. Karya itu berhasil mendongkrak pemikiran filosofi dan teologi Al-Ghazali yang beraliran Asy’ariyah.

Buku ini diawali dengan ringkasan pemikiran filosofis Islam milik Ibnu Sina berjudul Tujuan Filsuf (Maqasid al-Falasifah). Al-Ghazali menyatakan, seseorang harus menguasai gagasan para filsuf sebelum menolak ide-ide mereka. Tahafut disusun menjadi 20 bab.

Isi bab tersebut, antara lain, menyangkal doktrin prakeabadian dunia, menyangkal doktrin kekekalan setelah mati, menampilkan dalih atas dua pernyataan; Tuhan pencipta dunia versus dunia adalah ciptaan Tuhan, ketidakmampuan filsuf membuktikan keberadaan Sang Pencipta, menyangkal alasan bahwa langit bergerak, menyangkal doktrin bahwa surga adalah jiwa yang tahu fakta-fakta, dan menyangkal penolakan kebangkitan tubuh dan kenikmatan surga atau penderitaan neraka yang menyertainya.

Ghazali menyatakan, Ibnu Sina dan para pengikutnya telah keliru dalam 17 poin dengan melakukan bid’ah (ajaran sesat). Poin masing-masing dibahasnya tersendiri secara rinci dalam sebuah bab.

“Dalam ilmu metafisika, filsuf tidak menggunakan alat yang sama, yaitu logika yang mereka gunakan dalam ilmu lainnya, seperti astronomi, fisika, dan matematika,” kata Al-Ghazali.

Namun, di tiga bab lainnya, Ghazali menuduh mereka menjadi benar-benar religius. Di antara tuduhan yang ia lontarkan terhadap para filsuf adalah ketidakmampuan mereka membuktikan keberadaan Tuhan dan ketidakmampuan membuktikan ketidakmungkinan adanya dua dewa.

Tiga gagasan itu merupakan teori dari dunia praabadi. Ghazali menulis, Tuhan menciptakan dunia dalam waktu. Dan, segala sesuatu di dunia akan hilang seiring waktu, tapi Tuhan akan tetap ada.

Hanya Tuhan yang mengetahui karakteristik universal tentang suatu hal (baca: bentuk Platonis). Di hari akhir, hanya jiwa manusia yang dibangkitkan, bukan tubuhnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement