Oleh: Ani Nursalikah
Dalam pembelaannya terhadap doktrin Asy’ariyah bahwa alam semesta diciptakan dalam waktu yang terbatas, Al-Ghazali mengajukan teori modal kemungkinan dunia dengan alasan dunia nyata adalah yang terbaik dari semua kemungkinan dunia yang mungkin dibuat Tuhan.
Teori tersebut paralel dengan Duns Scotus di abad ke-14. Namun demikian, tidak pasti apakah Al- Ghazali memiliki pengaruh pada Scotus. Keduanya mungkin dipengaruhi tulisan Metafisika Ibnu Sina.
Ibnu Rusyd menulis buku bantahan terhadap karya Al-Ghazali berjudul Kerancuan di Atas Kerancuan (Tahafut al-Tahafut). Dalam tulisannya, ia membela doktrin para filsuf dan mengkritik argumen Al-Ghazali. Penulisannya mengambil format dialog, yakni Ibnu Sina mengutip ayat-ayat Al-Ghazali dan kemudian menanggapinya.
Namun, teks ini tidak diterima dengan baik oleh umat Islam yang lebih luas. Pada abad ke-15, bantahan terhadap argumen Ibnu Rusyd ditulis seorang sarjana Turki Mustafa Ibnu al-Yusuf Bursawi yang juga dikenal sebagai Khwajah Zada. Ini sekali lagi menunjukkan kepada cendikiawan Islam tentang kelemahan pemahaman manusia dan kekuatan iman.
Sang filsuf pengelana
Muhammad al-Ghazali tetap menjadi salah satu cendikiawan paling terkenal dalam sejarah pemikiran Islam. Pemikirannya sangat diperlukan dalam studi ilmu hukum, filsafat teologi, dan tasawuf.
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ahmad al-Tusi. Ia lahir pada 1058 atau 450 Hijriah di Tus, Iran.
Al-Ghazali mulai belajar di Tus dengan gurunya bernama Ahmad al-Radhakani. Di Jurjan ia menulis Al-Ta'liqah dari ceramah Abu al-Qasim Al-Ismaili al-Jurjani. Ia kembali ke Tus selama tiga tahun.
Setelah itu, pergi ke Nishapur, tempat ia bergabung dengan sekolah Nizhamiyah, dan belajar di bawah bimbingan Imam al-Haramain al- Juwaini selama delapan tahun.