Sabtu 22 Mar 2014 18:19 WIB

Evaluasi Diri Tiada Henti (1)

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti / Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Alifmusic.net
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, “Evalusilah diri kalian sebelum datang saat perhitungan” (Umar bin Khatab, 23 H/644 M).

Evaluasi diri dalam Islam dikenal dengan muhasabah. Sudah semestinya muhasabah tidak hanya dilakukan dipenghujung tahun saja.

Menurut Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Ahmad Satori Ismail, muhasabah merupakan evaluasi amalan yang dilakukan setiap hari, setiap pekan, setiap bulan, bahkan setiap tahun.

Meskipun sebagai Muslim seharusnya hanya mengakui pergantian tahun Hijriah, bukan tahun Masehi. Ulama mengingatkan untuk bermuhasabah minimal 10 hari sebelum pergantian tahun.

Muhasabah tersebut biasanya dilakukan menjelang tidur malam. Apa saja perintah atau larangan yang telah diperbuat. ”Setiap amalan perlu dievaluasi,” kata dia.

Ahmad Satori mencontohkan saat bermuhasabah tentang shalat wajib. Jika merasa salah satu shalat wajib ada yang kurang atau bahkan lupa menjalankannya, dapat segera diqadha.

Seperti halnya yang dicontohkan Umar bin Khatab ketika tertinggal shalat Zhuhur berjamaah dan harus shalat sendiri. Sahabat berjuluk al-Faruq itu bermuhasabah dan mengganti amalan berjamaah itu dengan membaca Alquran sepanjang malam.

Ketika akhir pekan sebelum tidur, kita hendaknya melakukan muhasabah tidak hanya tentang amalan ibadah wajib kepada Allah SWT. Namun, juga pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, baik di rumah, di sekolah, maupun di kantor. Muhasabah juga penting dilakukan setiap akhir bulan.

Biasanya, muhasabah ini terkait pula dengan amalan yang dilakukan terhadap sesama Muslim. Setiap Muslim perlu mengingat, sudahkah menyisihkan hartanya bagi dhuafa.

Muhasabah wajib hukumnya bagi setiap Muslim. Sebab, kelak di akhirat setiap orang akan dievaluasi oleh Allah SWT sehingga perlu terlebih dahulu mengevaluasi diri sendiri. Rasulullah SAW memberikan teladan terkait muhasabah. Ini terlihat dengan pantauan Rasul perihal ibadah para sahabatnya.

Tujuan muhasabah, ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini adalah untuk memperbaiki diri. Muhasabah tidak hanya dapat dilakukan oleh diri sendiri, bahkan keluarga, kelompok, dan negara perlu bermuhasabah.

Dia pun menyebutkan surah Ali Imran ayat 200. Dalam ayat itu terdapat kata rabithu yang bermakna siap siaga. “Siap siaga hanya bisa dengan evaluasi matang,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement