Ahad 23 Mar 2014 14:50 WIB

Raziyyaa al Din, Sultan Wanita Pertama dan Terakhir Delhi (2, habis)

Seorang jamaah manula melakukan shalat sunnah di masjid peninggalan era Mughal, New Delhi, India,sebelum shalat Jumat berjamaah digelar
Foto: AP PHOTO/Altaf Qadri
Seorang jamaah manula melakukan shalat sunnah di masjid peninggalan era Mughal, New Delhi, India,sebelum shalat Jumat berjamaah digelar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Sejak anak-anak, Raziyya telah disibukkan dengan urusan negara selama pemerintahan ayahnya.

Namun dia tetaplah seorang wanita yang tak luput dari fitnah ketika dekat dengan seorang laki-laki. Fitnah pun semakin meluas karena hubungan kedekatan Raziyya dengan seorang pembantu bernama Jamaluddin Yaqut. Isu yang berkembang mereka telah menjadi pasangan dan akan menikah.

Fitnah tersebut telah membangkitkan kecemburuan kaum bangsawan Turki. Apalagi setelah Raziyya menunjuk Yaqut sebagai pengawas dari Stables.

Selain itu teman sepermainan Raziyya, Malik Altunia yang menjabat Gubernur Bhatinda bergabung dalam pemberontakan dengan gubernur provinsi lain untuk menolak otoritas Raziyya.

Sehingga terjadilan pertempuran antara Raziyya dengan Altunia. Yaqut tewas sedangkan Raziyya menjadi tawanan. Raziyya dapat terbebas dari pembunuhan asalkan menikah dengan Altunia.

Selama pertempuran, tahta diambil alih oleh sang kakak, Muizuddin Bahram Shah. Setelah Raziyya menikah, dia dan suaminya bekerja sama untuk mengambil alih tahta kembali dari Bahram.

Namun keduanya dikalahkan pada 24 Rabiul Awwal 638 H sekitar Oktober 1240. Mereka pun melarikan diri dari Delhi hingga sampai ke Kaithal di hari berikutnya. Pasukan yang berperang bersamanya yang tersisa memilih untuk meninggalkan mereka.

Raziyya dan suaminya pun jatuh ke tangan perampok dan dibunuh pada 25 Rabiul Awal tahun 638 H atau pada 13 Oktober 1240. Bersamaan dengan terbunuhnya Raziyya, Bahram sang kakak pun dicopot dari kepemimpinannya karena dianggap tidak mampu sebagai memimpin.

Dikisahkan, saat kepemimpina Raziyya sangat menunjukkan semangat keagamaan dibandingkan bidang lain. Raziyya pun tidak memusuhi umat agama lain. Namun para bangsawan menyatakan ketidaksetujuannya ketika Raziyya menunjuk seorang mualaf India dari Hindu memiliki posisi resmi.

Saat menjadi Ratu, Raziyya selalu dekat dan berbaur dengan rakyatnya. Dia mendirikan sekolah, akademi, pusat penelitian dan perpustakaan umum yang mencakup karya-karya filsuf kuno lengkap dengan Alquran dan hadis.

Meskipun Delhi kerajaan Islam, Raziyya tetap memperbolehkan karya Hindu, filsafat, astronimi dan sastra dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement