REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat untuk segera disahkan agar masyarakat adat benar-benar mendapat proteksi.
"Kami menyerukan desakan agar Pemerintah Indonesia segera melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi dan DPR RI untuk mengesahkan UU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat," kata Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (23/3).
Abdon Nababan mengingatkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 berperan penting bagi perjuangan masyarakat adat.
Hal itu, ujar dia, karena putusan tersebut menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara.
"Sebelumnya, karena hutan adat dianggap sebagai hutan Negara, maka membuka pintu untuk perampasan tanah, wilayah dan sumber daya milik masyarakat adat, termasuk hutan adat," kata Abdon.
Namun, lanjutnya, AMAN merasa ironis karena ada berbagai kebijakan yang bertentangan dengan putusan MK tersebut serta terkesan menunda pembahasan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.
Deputi Sekretaris Jenderal AMAN untuk Advokasi Kebijakan, Hukum, dan Politik Rukka Sombolinggi berpendapat, lambatnya pengesahan tersebut mengakibatkan konflik terus bermunculan di kawasan yang seharusnya menjadi hutan masyarakat adat.
"Hampir setahun setelah putusan MK, masyarakat adat masih terus mengalami konflik berbasis wilayah, tanah, dan sumber daya alam," tegas Rukka.
Untuk itu, AMAN bersama beragam kelompok masyarakat adat telah melakukan berbagai aksi kolektif di tingkat nasional dan daerah.