Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Ia akhirnya menikahi putri pemilik kalung yang dikembalikannya.
Meski sedang dalam keadaan sangat membutuhkan, iman dan kebaikan selalu diutamakan. Sikap yang seperti ini dibalas dengan kemakmuran yang lebih suatu saat nanti.
Dalam kitab Dzailu Thabaqatil Hanabilah karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, diceritakan saat itu ada seorang ahli agama bernama Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi, yang tinggal di Makkah dengan kondisi serbakekurangan dan kelaparan.
Pada suatu hari, ia menemukan sebuah kantong sutra nan indah, yang terikat dengan tali sutra yang terlihat mahal. Saat itu, ia sedang dalam kondisi yang sangat lapar. Ia tak memiliki apa pun untuk mengisi perutnya. Dalam kondisi ekonomi yang serbakekurangan, kantong sutra tersebut ia rasa akan menjadi berkah baginya.
Ia pun pulang membawa kantong sutra itu. Setibanya di rumah ia terkejut melihat isinya yang berupa sebuah kalung mutiara yang sangat indah. Ia belum pernah melihat perhiasan seindah itu.
Dengan tersenyum lebar ia merasa mendapatkan jalan untuk melawan kelaparan yang melandanya. Ia berniat akan segera menjual kalung tersebut untuk kemudian dibelanjakannya dengan berbagai makanan yang enak-enak.
Ia kemudian mendengar kabar bahwa ada seorang pria berusia lanjut yang telah kehilangan sebuah kantong berisi kalung mutiara dan menawarkan hadiah sebanyak 500 dinar untuk orang yang menemukan dan menyerahkan kembali kantong tersebut kepadanya. "Aku sedang butuh uang sekarang ini. Aku bisa memanfaatkan hadiah tersebut dan mengobati rasa laparku," ia membatin.
Ia pun menemui lansia yang sedang mencari kantong tersebut. Ia pun menanyakan ciri-ciri kantong yang hilang dan ternyata cocok dengan kantong yang ditemukannya. Ia pun mengeluarkan kantong tersebut dan dikembalikannya pada orang tersebut.
Saat akan menerima hadiah sebesar 500 dinar sesuai yang dijanjikan, imannya diuji. Akhirnya, ia mantap untuk tetap menolak upah hadiah tersebut, meski merasakan lapar yang sangat melilit perutnya.
Sang pemilik kantong mendesaknya terus, tapi ia tetap teguh dengan pendiriannya. Dengan senyum yang puas, akhirnya sang pemilik kantong pun pergi setelah mengucapkan rasa terima kasih padanya.
Lama berselang sejak peristiwa tersebut, ia kemudian meninggalkan Makkah, pergi merantau mengarungi lautan. Tiba-tiba, perahu yang ia tumpangi terhantam badai dan tenggelam. Ia bersyukur bisa selamat karena berpegangan pada pecahan kayu yang terapung.