REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyoroti mahalnya harga tebusan yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi terhadap TKI yang terancam eksekusi mati. Pemerintah menilai perlu pertimbangan mendalam untuk mengeluarkan uang sebesar itu atas kesalahan mereka.
Dirjen HAM Kemenkumham Harkrsituti Harkrisnowo mengatakan, sekarang ini pihaknya harus membayar sebesar Rp 21 miliar untuk membebaskan Satinah dari ancaman hukuman pancung. Jumlah tersebut dinilai terlalu besar. Pasalnya, kalau diperuntukan di dalam negeri, dapat menyejahterakan banyak warga miskin.
“Masalahnya hanya Indonesia yang membayarkan diyat atas ekskusi mati terhadap TKI di sana, sehingga mereka menaikan harga tuntutannya,” ujar dia pada RoL di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (25/3).
Dia menambahkan, ada kecenderungan tidak baik di sana. Sebab, dalam kasus sebelumnya, mereka hanya meminta diyat Rp 2 miliar, kemudian naik Rp 4 miliar, terakhir mencapai Rp 21 miliar. Pihaknya tidak bisa membayangkan kalau banyak TKI yang melakukan kesalahan, lalu menjadi beban negara untuk menebusnya.
Alternatif selain membayar diyat yakni melakukan upaya hukum serta negosiasi terhadap pihak berperkara. Namun langkah preventif, kata dia, adalah cara terbaik. Para TKI yang hendak diberangkatkan harus diberi pembekalan agar tidak melakukan perbuatan kriminal yang melanggar hukum.
“Bukan berarti kalau nanti ada TKI dengan kasus serupa kami akan diam. Tetap ada sikap pembelaan dari Indonesia, namun mereka sejak awal diminta untuk tidak berlaku demikian,” ujar dia.
Harkrsituti menyatakan, Kemenkumham tidak dapat berperan lebih jauh dalam kasus Satinah, tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Alasannya, mereka tidak mempunyai wewenang menangani perkara di luar negeri.
“Kami cuma mendorong dalam penyelesaian yang terbaik saja,” kata dia.
Sebelumnya Satinah terancam hukuman mati karena membunuh dan mencuri uang majikannya. Namun, Satinah dapat terbebas dari hukuman tersebut asalkan mampu membayar diyat yang diminta keluarga korban dengan jumlah sebesar Rp 21 miliar.