Selasa 25 Mar 2014 14:11 WIB

Pemerintah Sudah Lakukan Berbagai Cara Bebaskan Satinah

Rep: Esthi Maharani/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung (kanan) bersama Politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka (kiri) memberi saweran untuk Selamatkan TKW Satinah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung (kanan) bersama Politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka (kiri) memberi saweran untuk Selamatkan TKW Satinah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah melakukan berbagai cara membebaskan Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dari eksekusi hukuman mati terkait kasus pembunuhan yang pernah dilakukannya. Upaya pembebasan telah dilakukan jauh-jauh hari dan memakan proses yang panjang.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlidungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur mengatakan pemerintah telah melakukan semua cara. Diantaranya dengan pendampingan dan bantuan hukum sejak kasus mulai disidangkan. Selain itu, juga upaya diplomatik, yakni permintaan secara resmi dari pemerintah Indonesia kepada Kerajaan Saudi Arabia agar mendapatkan pemaafan dari raja serta bisa mendapatkan maaf dari keluarga korban.

Ia mengaku mengantarkan sendiri surat yang ditulis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Raja Arab Saudi agar menyampaikan kepada keluarga majikan Satinah unutk menurunkan nilai diyat.

“Kami mencoba terus mendampingi dan melakukan tawar-menawar agar nilainya dikurangi sesuai kemampuan,” ungkap Gatot, Selasa (25/3).

Sebelumnya, keluarga korban semula meminta diyat kepada Satinah senilai 15 juta riyal atau setara Rp 45 miliar. Namun, dengan berbagai upaya pendekatan pemerintah kepada keluarga korban maupun upaya diplomasi, diyat itu turun menjadi 10 juta riyal, dan sekarang menjadi 7 juta riyal.

Selain upaya negosiasi, pemerintah, lanjutnya, juga telah memfasilitasi anak kandung Satinah, Nur Afriana, dan kakak kandung Satinah, Paeri Al Feri, bertemu dengan Satinah di Penjara Buraidah, Arab Saudi, sebanyak tiga kali. Kehadiran keluarga Satinah selain untuk menjenguk Satinah, juga untuk melakukan upaya-upaya guna membebaskan Satinah dari eksekusi hukuman mati.

“Salah satunya adalah dengan menuliskan surat pribadi dari anak kandung Satinah yang ditujukan kepada ahli waris korban, guna mengetuk hati keluarga korban agar bersedia memaafkan atas perbuatan salah dan khilaf yang dilakukan ibunya,” kata Gatot yang saat itu ikut mendampingi anak Satinah menjenguk ibunya di Penjara Buraidah.

Satinah divonis hukuman mati (qishas) karena terbukti membunuh Nura binti Muhammad Al-Garib, warga negara Arab Saudi, pada tangal 26 Juni 2007. Pada awalnya pengadilan memutuskan hukuman mati secara Had Qat’lul Ghilah (pembunuhan berencana), yang tidak dapat dimaafkan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat). Namun karena tidak terbukti pembunuhan dilakukan secara berencana, Satinah dijatuhi hukuman mati secara qishas dan terbuka kesempatan pemaafan dari ahli waris korban.

Pelaksanaan eksekusi hukuman mati secara qishas terhadap Satinah semula dijadwalkan dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Tetapi setelah adanya negosiasi dengan Indonesia, tenggat waktu diperpanjang hingga tiga kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, dan Juni 2013. Diyat yang semula diminta sebesar 10 juta riyal selanjutnya menjadi 7,5 juta riyal, yang harus dibayar dalam jangka waktu 1 tahun 2 bulan. Tanggal 3 April mendatang merupakan batas akhir vonis untuk dijalankan

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement