REPUBLIKA.CO.ID,Pemerintah transisi Mesir menyerukan dunia Islam bersama-sama membendung fatwa dari kalangan ulama yang menimbulkan aksi kekerasan.
"Dunia Islam hendaknya bersatu untuk membendung fatwa-fatwa keagamaan untuk tujuan teror," kata Perdana Menteri Mesir, Ibrahim Mahlab, dalam sambutannya pada pembukaan Konferensi Majelis Tinggi Islam Internasional, di Kairo, Selasa.
Pernyataan sama diutarakan Syeikh Agung Al Azhar, Prof Dr Mohamed Al Yayeb, dalam Konferensi Majelis Tingggi Islam ke-23 yang dihadiri para ulama dari 41 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) termasuk Indonesia tersebut .
"Belakangan ini ada kalangan ulama yang tidak memiliki kedalaman ilmu keislaman yang mumpuni tapi mengeluarkan fatwa sehingga meresahkan umat," katanya.
Diungkapkan,"Ada fatwa menyerukan umat Islam untuk bangkit melawan pemerintah tertentu. Fatwa seperti ini perlu dibendung agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat".
Seruan PM Mahlab dan Syeikh A Azhar itu merujuk pada fatwa ulama dari golongan tertentu yang menghalkan darah bagi pemimpin negara yang dianggap bertanggungjawab atas kejatuhan Presiden Mesir Mohamed Moursi.
Sejak Presiden Moursi dilengserkan militer pada Juli tahun lalu, Mesir terus dilanda aksi kekerasan dari Ikhwanul Muslimin pendukung Moursi.
Kalangan ulama dari Ikhwanul Muslimin kerap mengeluarkan fatwa yang mewajibkan pengikutnya untuk terus berunjuk rasa menentang pemerintah dukungan militer.
Pada Desember silam, Mesir memasukkan Ikhwanul Muslimin dalam daftar hitam sebagai organisasi teroris.
Di sisi lain, Konferensi Majelis Tinggi Islam yang diprakarsai Kementerian Wakaf (Agama) Mesir pada tahun ini sengaja tidak mengundang tiga negara OKI, yaitu Turki, Qatar dan Iran.
Ketiga negara tersebut dinilai sebagai negara pro Ikhwanul Muslimin dan dituduh berusaha mencampuri urusan dalam negeri Mesir.
Sebelumnya, Mesir telah memanggil pulang duta besarnya di Ankara dan Doha akibat tuduhan campur tangan tersebut.
Mesir juga menuduh Iran serupa kendati kedua negara sejauh ini belum menormalisasi hubungan diplomatik yang terputus sejak 1979 menyusul penandatanganan perjanjian perdamaian Mesir-Israel.