Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Dalam dunia gaib, supranatural, atau metafisik, hukum-hukum dimensi waktu dan tempat tidak berlaku. Sesuatu itu bisa bertransformasi dan bermanifestasi atau melakukan mobilitas ke mana saja tanpa terikat dengan dimensi ruang dan waktu.
Sudah barang tentu juga termasuk kalam Allah SWT yang kemudian disebut al-Kitab (Taurat, Injil, Zabur, dan Alquran). Ketika masih di alam sana, kalam Allah bisa ditransformasikan sekaligus (al-inzal). Akan tetapi, ketika diturunkan ke langit bumi, di mana tujuannya ialah manusia (para nabi), proses turunnya memerlukan waktu (at-tanzil).
Apa sesungguhnya yang turun? Apakah hanya wahyu atau ada sesuatu selain wahyu? Di dalam Alquran dijelaskan: “Inna anzalnahu fi lailal al-qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan).” (QS al-Qadr [97]:1).
Akan tetapi, ayat ini hanya menggunakan kata ganti (dhamir) hu. Apa sesungguhnya yang ditunjuk dengan dhamir hu tersebut?
Alquran tidak mengatakan “inna anzalna Alquran”, sehingga terbuka peluang untuk menafsirkan bahwa selain wahyu (Alquran), ada sesuatu yang lain selainnya, yaitu ilham, hikmah, dan taklim.
Perbedaannya ialah wahyu diturunkan kepada nabi, ilham dan hikmah diberikan kepada para wali atau hamba pilihan Tuhan lainnya.
Menurut Ibnu Arabi, imajinasi cerdas yang tiba-tiba muncul di dalam diri seseorang kemudian melahirkan pencerahan atau menjadi solusi efektif menjawab persoalan yang dihadapi, itu bukan ciptaan orang yang bersangkutan, tetapi bagian yang turun (al-tanzil) dari Allah SWT.
Isyarat adanya sesuatu selain berupa wahyu yang turun dari Allah kepada orang-orang pilihannya telah diisyaratkan dalam beberapa ayat, antara lain:
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) sesuatu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: ‘Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.’” (QS an-Nahl [16]:2).
“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahapenyantun lagi Mahapenyayang terhadapmu.” (QS al-Hadid [57]:9).
Kedua ayat ini tidak jelas menunjukkan wahyu, sehingga bisa dipahami dalam bentuk insight lain berupa hikmah, ilham, atau ta'lim kepada hamba-Nya. Tentu saja tidak sembarang hamba yang bisa mendapatkan insight semacam itu. Tentulah hamba yang selama ini dinilai Allah SWT telah dapat memenuhi syarat atau kriteria yang telah ditetapkan-Nya.