REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU– Memasuki akhir Maret, para petani di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu sudah mulai panen padi. Namun, mereka kesulitan untuk menjemur gabah karena hujan masih sering turun secara tidak menentu.
Berdasarkan pantauan Republika, Rabu (26/3), panen di antaranya terjadi di Kecamatan Cikedung, Terisi, Kroya, Gabuswetan, Gantar dan Haurgeulis. Namun, panen belum terjadi serentak dan baru ada di beberapa desa di kecamatan-kecamatan tersebut.
‘’Di saat panen, kondisi cuaca tidak menentu. Saya jadi sulit menjemur gabah,’’ ujar seorang petani di Desa/Kecamatan Kroya, Juroh, Rabu (26/3).
Juroh menjelaskan, sebelum dijual, gabah yang baru dipanen memang harus dijemur terlebih dulu. Pasalnya, tengkulak tidak mau membeli gabah yang basah. Ia mengaku langsung menjemur gabah yang baru dipanennya saat cuaca cerah. Namun ketika baru selesai menjemur gabah, hujan tiba-tiba turun. Dia pun harus kembali mengamankan gabahnya kembali.
Hal senada diungkapkan petani lainnya, Durnia. Dia menyatakan, kondisi cuaca yang tidak menentu seperti sekarang menyulitkannya untuk menjemur gabah. ''Gabah yang dijual dalam kondisi basah harganya murah. Jadi harus dijemur dulu,'' tutur Durnia.
Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang, membenarkan kondisi tersebut. Dia menyatakan, musim hujan yang tidak menentu saat ini menyulitkan petani untuk menjemur gabahnya. ''Kalau tidak segera dijemur, nanti kualitas gabah jelek dan harganya jatuh. Tapi untuk penjemuran pun, sulit dilakukan karena masih sering hujan,'' kata Sutatang.
Sutatang mengaku, Kabupaten Indramayu telah mendapat bantuan dua unit mesin dryer (pengering gabah) dari PT Pertani. Mesin itu ditempatkan di Kecamatan Haurgeulis dan Bangodua. Ia menilai, jumlah mesin dryer itu tidak cukup untuk melayani para petani di semua daerah. Selain itu, biaya sewa mesin dryer yang mencapai Rp 200 ribu per kuintal, cukup mahal bagi petani.