REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kini masuk dalam sepuluh negara berpenderita HIV-AIDS terbanyak di dunia, dengan jumlah 170.000 orang penderita di tahun 2013. Menurut Badan PBB ILO, HIV adalah penyebab kematian paling utama untuk dunia kerja.
Untuk memastikan terimplementasinya upaya pencegahan dan penanggulangan (P2) HIV-AIDS di tempat kerja, Indonesia Business Coalition on AIDS (IBCA) dan Sucofindo bekerja sama melakukan audit dan sertifikasi P2 HIV-AIDS di tempat kerja.
IBCA adalah koalisi bisnis bersifat nirlaba untuk penanggulangan HIV-AIDS yang didirikan pada 2009 oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan nasional seperti Freeport Indonesia, BP, Chevron, Gadjah Tunggal, Unilever, Sinar Mas, dan Sintesa Group.
Pada Senin (24/3), di Jakarta, ditandatangani kesepakatan kerjasama antara Sucofindo dan IBCA untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga bisnis dalam menerapkan program P2 HIV-AIDS secara berkeseinambungan. Kesepakatan ditandatangani oleh Pgs Dirut PT Sucofindo Sufrin Hannan dan Ketua IBCA Hamid Batubara.
Sufrin mengatakan audit akan dilaksanakan mengacu pada Indikator Kinerja Program Cerdas HIV-AIDS IBCA, Keputusan Dirjen PPK Nomor 44 tahun 2012, serta berbagai referensi standar internasional bidang sistem manajemen. “Pada tahap awal akan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan anggota IBCA,” kata Sufrin.
Sementara Hamid mengatakan, IBCA bertujuan menciptakan lingkungan kerja yang antidiskriminasi dan aman dari HIV/AIDS. Menurutnya, dengan dikeluarkannya Kepmenakertrans No. 68/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja, semakin mendorong para pengusaha untuk mengambil tindakan untuk menyelamatkan pekerja mereka, yang dalam jangka panjang turut menyelamatkan bangsa Indonesia.
IBCA adalah bagian dari Asia Pacific Business Coalitions on AIDS (APBCA), koalisi bisnis tingkat Asia Pasifik yang peduli penanggulangan HIV-AIDS di tempat-tempat kerja. Skema audit dan sertifikasi yang diinisiasi IBCA dan Sucofindo tidak tertutup untuk diterapkan di tingkat Asia Pasifik.