REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembelian 20 hingga 30 tank Leopard oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia (RI) mendapat kritik keras dari Presiden RI ketiga, Prof. Dr.-Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie. Karena, tank yang berasal dari Inggris dan diperuntukkan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) itu sangat tidak sesuai dengan kondisi iklim dan geografis RI sebagai negara maritim.
"Saya pernah menjadi Direktur Utama (Dirut) di berbagai perusahaan industri strategis negara, termasuk PT PINDAD, hingga menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)," ujar Habibie, Rabu (25/3).
Dari pengalaman itu, lanjut Habibie, ia tahu persis fungsi dan kegunaan tank Leopard sebagai alat dan perlengkapan perang utama tentara di daerah padang pasir. Tank Leopard pun dipakai pertama kali dalam perang Irak melawan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS).
Jadi, pembelian Tank Leopard untuk melengkapi alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Indonesia sangat tidak sesuai dengan kondisi iklim dan geografis Indonesia yang merupakan negara maritim. Kondisi iklim dan Geografis Indonesia merupakan negara tropis dan maritim, sehingga lebih mirip Vietnam ketimbang Irak.
Menurut Habibie, berdasarkan sejarah, Amerika Serikat (AS) lebih banyak menggunakan pesawat tempur daripada tank Baja dalam perang Vietnam, itu pun masih kalah dengan perang gerilya ala Vietnam.
"Apalagi bobot tank Leopard itu cukup berat, sehingga belum tentu bisa lewat jembatan-jembatan di Indonesia dengan aman. Lagipula, kalau rencana pembelian 30 tank Leopard itu jadi, mau ditaruh dimana? Apa mau disebar di pulau-pulau besar di Indonesia? Tentu biaya pengangkutannya cukup besar," ungkap BJ. Habibie dengan nada serius.
Seharusnya, terang BJ. Habibie, pemerintah dan parlemen berpikir jernih dan optimal sebelum memutuskan membeli Tank Leopard dari Inggris itu. "Pakai otaknya dong, jangan hanya karena harga murah lantas dibeli begitu saja tanpa memikirkan fungsi dan kegunaan alutsista itu,"kata Habibie.