Kamis 27 Mar 2014 04:56 WIB

Tatar Crimea Berencana Gelar Referendum: Gabung Rusia Atau Ukraina

Rep: C65/ Red: Taufik Rachman
Muslim Tatar di Eropa.
Foto: Reuters
Muslim Tatar di Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID,SIMFEROPOL--Warga Tatar Crimea sedang mempertimbangkan referendum mereka sendiri mengenai penggabungan ke Ukraina atau Rusia.

"Tatar Crimea harus menentukan nasib mereka sendiri," kata Refat Chubarov, pimpinan warga Tatar Crimea  pada Reuters, Selasa (25/3).

"Dalam waktu tiga minggu kami telah menemukan diri kami dalam situasi de facto yang sama sekali berbeda," kata Chubarov.

Sebelumnya pada bulan Maret, para pejabat pemilu di Crimea mengkonfirmasi hasil resmi referendum semenanjung setelah 96 persen suara mendukung Crimea berpisah dari Ukraina.

Referendum tersebut diikuti oleh beberapa pihak dari pro - Moskow Crimean parlemen, dengan mengeluarkan undang-undang yang memungkinkan aneksasi semenanjung Rusia disengketakan .

Setelah aneksasi Rusia atas Crimea, kekhawatiran Muslim Tatar menjadi dua kali lipat. Kekhawatiran itu seperti menyuarakan kekhawatiran atas kehilangan kebebasan dan membangkitkan kembali kenangan  saat pengasingan dan penuntutan yang mereka hadapi pada tahun 1944  lalu.

Diboikot oleh warga Tatar , Chubarov segera menghentikan referendum 16 Maret  yang diadakan di bawah todongan senjata dan tatapan tentara Rusia .

Chubarov menjelaskan, dalam mengambil Crimea, Moskow mengutip hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri, hak yang seharusnya berlaku untuk Tatar juga.

"Kami bukan dari etnis Rusia dan etnis Ukraina, tapi ini adalah tanah kami, kami tidak memiliki tempat lain di luar Crimea," kata Chubarov, yang merupakan seorang pendidik sejarah.

Chubarov lahir di Uzbekistan, di mana orang tuanya pernah dideportasi saat anak-anak. Keluarganya kemudian kembali ke Crimea pada tahun 1968 sebagai bagian dari sebuah kelompok kecil dari Tatar yang diizinkan kembali oleh otoritas Soviet di bawah tekanan internasional .

Chubarov mengatakan Tatar mungkin harus mencari paspor Rusia untuk menghindari kesulitan administrasi, meskipun hukum Ukraina tidak mengizinkan kewarganegaraan ganda

"Orang-orang mungkin terpaksa menjadi warga negara yang memaksa situasi ini pada mereka, serta menjadi warga negara yang tidak mampu untuk membela mereka " kata dia .

Sebuah organisasi Muslim terkemuka telah menyatakan keprihatinan tentang keamanan dan kesejahteraan minoritas pribumi dan menyuarakan peningkatan kekhawatiran Tatar Crimea akan kehilangan kebebasan mereka di bawah kekuasaan Rusia.

"Ini adalah yang paling penting untuk OKI bahwa hak kewarganegaraan , kehidupan, warisan agama, budaya dan harta harus dijaga," kata Organisasi Kerjasama Islam (OKI ) dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Bernama.

Organisasi dengan 57 negara anggota ini memperingatkan bahwa terulangnya penderitaan masa lalu dari Tatar Crimea yang pernah diusir dari tanah air mereka di Crimea pada abad ke-20 seharusnya tidak diperbolehkan.

Organisasi yang berbasis di Jeddah menambahkan bahwa hanya dialog yang konstruktif , damai dan dengan hubungan kekeluargaan yang baiklah yang harus menjadi norma bagi anggota masyarakat internasional di abad ke-21 .

Tatar, yang telah menghuni Crimea selama berabad-abad dideportasi pada Mei 1944 oleh Stalin , dengan tuduhan berkomplot dengan Nazi .

Seluruh penduduk Tatar, lebih dari 200.000 orang diangkut secara brutal menuju ribuan mil jauhnya ke Uzbekistan dan lokasi lainnya.Di sepanjang jalan, banyak yang meninggal dunia bahkan beberapa di antaranya meninggal ketika sampai tujuan.

Soviet menyita rumah mereka , menghancurkan masjid-masjid mereka dan mengubahnya menjadi gudang . Bahkan salah satunya diubah menjadi Museum of Atheis .

Di akhir 1980-an bahwa sebagian besar Tatar diizinkan kembali. Migrasi terus terjadi setelah Ukraina merdeka dan runtuhnya Soviet pada tahun 1991 .

Kembalinya Tatar telah berulang kali memicu bentrokan hukum atas ganti rugi tanah dan properti yang kini dimiliki oleh etnis Rusia. Lebih dari 250.000  Tatar sekarang tinggal di Crimea, sekitar 13 persen dari penduduknya yang berjumlah 2 juta orang tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement