Kamis 27 Mar 2014 10:24 WIB

Linda Gumelar: TKI Rawan Kena Pidana di Luar Negeri

Rep: c60/ Red: Bilal Ramadhan
TKW meninggal (ilustrasi)
Foto: yustisi.com
TKW meninggal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG-- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), Linda Amalia Sari Gumelar menilai, lemahnya proteksi undang-undang terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) menjadi salah satu sebab maraknya masalah yang dialami TKW, termasuk kasus pancung yang dihadapi Satinah.

Linda mengatakan proteksi terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) dalam Undang-Undang (UU) Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terlalu sedikit. Dari keseluruhan materi UU Penempatan dan Perlindungan TKI yang dimiliki sekarang, materi yang menyinggung masalah perlindungan hanya sembilan pasal.

Sementara itu, materi yang menyangkut perlindungan terhadap perempuan hanya menyinggung perlindungan terhadap perempuan hamil. “Sebetulnya banyak hal-hal lain (mengenai Tenaga Kerja Perempuan) yang harus diperhatikan,” ujar dia kepada wartawan, Rabu (26/3).

Untuk itu, Linda mendesak agar revisi Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan segera disahkan. Dia optimis, jika RUU tersebut disahkan, akan menambah memperketat proteksi terhadap TKW. Di dalam Revisi Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan, kata dia, materi perlindungan terhadap TKW dibuat lebih banyak untuk memperkuat posisi TKW di mata hukum.

Sementara itu, Linda mengaku terus melakukan koordinasi demi terbebasnya Satinah yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah kata dia adalah dengan melakukan negosiasi terhadap pihak keluarga untuk menurunkan permintaan keluarga yang cukup tinggi.

Satinah Binti Jumaidi Ahmad (41) merupakan salah seorang TKW asal Ungaran, Semarang  yang bekerja di Saudi Arabia. Dia ditangkap pada tahun 2007 dengan tuduhan mencuri uang dan membunuh majikannya, Nura al-Garib.

Pada tahun 2010, Satinah divonis bersalah telah membunuh majikannya. Keluarga majikan akan memaafkannya jika bisa menyediakan uang tebusan tujuh juta riyal atau sekitar Rp 20 miliar. Sejauh ini pemerintah sudah menitipkan uang diyat sebesar 4 juta riyal atau sekitar Rp 12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan.

Tenggat waktu vonis mati Satinah awalnya jatuh pada Agustus 2011. Namun pemerintah telah melakukan negosiasi sehingga bisa diperpanjang diperpanjang hingga lima kali yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014 dan 5 April 2014.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement