REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Menteri Pertanian Suswono dalam penyidikan kasus dugaan korupsi korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan di Departemen Kehutanan (Dephut) pada 2006-2007 di Tegal, Jawa Tengah.
"Benar, yang bersangkutan diperiksa di Tegal pada Rabu (26/3)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Jakarta.
Tapi Johan tidak tahu letak pasti tempat pemeriksaan Suswono. "Biasanya kita dibantu pihak Kepolisian setempat," ujar Johan.
Menurut Johan, Suswono diperiksa karena pernah menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR asal fraksi Partai Keadilan Sejahtera. "Pemeriksaan dilakukan di Tegal untuk mempercepat penyidikan," tambah Johan.
Selain Suswono, sebelumnya KPK juga sudah memeriksa politisi PKS lain yaitu Tamsil Linrung dalam kasus ini. Dalam pemeriksaan Tamsil pada Senin (24/3) di KPK Jakarta, Tamsil mengatakan bahwa Anggoro berupaya meyakinkan Komisi IV DPR untuk melanjutnya proyek SKRT.
"(Pertemuan) itu Pak Anggoro meyakinkan bahwa ini dana G to G (government to government), DPR tidak bisa menghambat karena dia (Anggoro) memperlihatkan surat dari Kementerian Keuangan untuk menunjukkan bahwa ini DPR sama sekali tidak boleh menghambat," ungkap Tamsil pada Senin (24/3).
Kembalikan
Tamsil juga mengaku mengembalikan uang pemberian Anggoro. "Kami pernah mengembalikan dana ke KPK dan itu ditanyakan, apakah dana yang dikembalikan itu termasuk dana SKRT, saya tidak tahu persisnya tapi rupanya KPK punya rinciannya dan dia tahu bahwa itu salah satunya adalah SKRT," tambah Tamsil.
Dalam persidangan pada 2009, Tamsil mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api, namun uang itu menurut Tamsil telah dikembalikan. Ketua Badan Anggara DPR itu pun mengaku pernah disodori uang dalam amplop oleh Anggoro terkait SKRT tapi Tamsil juga mengaku telah menolak pemberian uang tersebut.
Menurut Tamsil saat itu, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR, tapi karena Anggoro menyadari kemungkinan anggaran proyek itu ditolak DPR Anggoro pun mengajak Tamsil bertemu.
Pada pertemuan itu Anggoro menjelaskan bahwa SKRT merupakan program "government to government" sehingga DPR tidak bisa memutuskan kerja sama itu karena merupakan bantuan pinjaman dari Amerika Serikat.
Anggoro yang menjadi tersangka pemberi suap kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR dalam kasus ini sebelumnya buron. Anggoro ditangkap oleh petugas imigrasi di Shenzhen China pada 29 Januari 2014 lalu dan tiba di KPK pada 30 Januari malam.
Proyek SKRT sesungguhnya sudah dihentikan pada 2004 ketika M Prakoso menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Namun, diduga atas upaya Anggoro, proyek tersebut dihidupkan kembali saat MS Kaban menjabat sebagai Menhut.
Komisi IV akhirnya mengabulkan permintaan Anggoro dengan mengeluarkan rekomendasi pada 12 Februari 2007 dengan nilai proyek Rp180 milliar yang dialokasikan dari anggaran Departemen Kehutanan, padahal dana itu seharusnya digunakan sebagai dana Reboisasi dan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Sejumlah anggota DPR Komisi IV terjerat kasus tersebut yaitu ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal dipidana penjara empat tahun enam bulan ditambah denda Rp250 juta sedangkan anggota Komisi IV Azwar Chesputra, Hilman Indra dari Partai Bulan Bintang, dan AM Fahri dari Partai Golkar dihukum penjara empat tahun dan denda Rp200 juta.
Kemudian pejabat di Kemhut yaitu Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan Wandoyo Siswanto dihukum penjara tiga tahun dan denda Rp100 juta sedangkan direktur PT Masaro Radiocom Putranevo A Prayuga divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Dalam persidangan, mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Mochtar Purnama mengaku menerima uang 20.000 dolar AS dari Anggoro atas persetujuan Menhut saat itu MS Kaban.