Kamis 27 Mar 2014 19:08 WIB

MK Tolak Gugatan Ahli Waris Keraton Surakarta

Keraton Surakarta
Keraton Surakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang dimohonkan oleh ahli waris dinasti Keraton Surakarta.

"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.

Menurut Hamdan, pemohon, yakni Gray Koes Isbandiyah (putra kandung dari Susuhan Paku Buwono XII) dan KP Dr Eddy S Wirabhumi SH MM, yang merupakan ketua Umum Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (PaKaSa), tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan yang meminta status hukum Daerah Istimewa Surakarta (DIS).

Dalam pertimbangannya, mahkamah menyatakan terkait dengan Kasunanan Surakarta, para Pemohon bukanlah subjek hukum yang dapat mewakili dan mengatasnamakan Kasunanan Surakarta. Walaupun Pemohon I meskipun adalah salah satu putri kandung Susuhunan Paku Buwono XII (PB XII) yang mendalilkan sebagai salah satu ahli waris yang sah, namun faktanya masih banyak anak kandung yang lain dari Susuhunan Paku Buwono XII (PB XII) yang juga memiliki kedudukan yang sama dengan Pemohon I sebagai ahli waris yang sah.

"Dengan demikian, Pemohon I tidak dapat bertindak dengan sendirinya mengatasnamakan ahli waris yang lain dari Susuhunan Paku Buwono XII (PB XII), sehingga seharusnya perlu diperjelas oleh Pemohon I apakah semua ahli waris Keraton Surakarta menghendaki permohonan yang sama, sedangkan tidak ternyata Pemohon I memperoleh kuasa dari ahli waris yang lain," kata Anggota Majelis Arief Hidayat, saat membacakan pertimbamngan hukum pemohon.

Untuk itu, kata Arief, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian UU Pembentukan Provinsi Jawa Tengah. Dalam permohonan ini, Gray Koes Isbandiyah dan KP Dr Eddy S Wirabhumi SH MM menggugat Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) UU Pembentukan Provinsi Jateng.

Pemohon I telah kehilangan haknya sebagai salah satu ahli waris untuk mengelola dan/atau mengatur tanah-tanah Karaton Surakarta sehingga berdampak pula terhadap kewibawaan serta status sosial dan keluarga dan keturunan Keraton Surakarta.

Sedangkan pemohon II merasa dirugikan oleh UU Pembentukan Jateng ini karena tidak dapat melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa dari Keraton Surakarta yang merupakan tujuan didirikannya PaKaSa.

Bunyi Bagian Memutuskan angka I UU Pembentukan Provinsi Jateng: "Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta, serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-Karesidenan tersebut".

Sedangkan Pasal 1 ayat (1) UU Pembentukan Provinsi Jateng: "Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah".

Menurut pemohon, Daerah Istimewa Surakarta merupakan salah satu daerah/kerajaan yang mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa yang secara historis dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini dibuktikan dengan, diantaranya pengecualian keberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah dan pengakuan daerah istimewa Surakarta melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.

Pemohon juga menilai penghapusan dan penggabungan Status Surakarta sebagai Daerah Istimewa ke dalam Provinsi Jawa Tengah melalui diundangkannya UU Pembentukan Provinsi Jateng yang secara eksplisit ditentukan oleh Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 karena ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.

Pemohon meminta MK menyatakan Bagian Memutuskan angka I UU Pembentukan Provinsi Jateng sepanjang frasa "dan Surakarta" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement