Jumat 28 Mar 2014 10:57 WIB

Harga Gas Melonjak, Ratusan Ribu Karyawan Terancam PHK

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Ribuan orang telah kehilangan pekerjaan di Australia sejak tahun lalu.Tren ini tampaknya akan terus meningkat menyusul kenaikan harga gas yang melonjak signifikan. Ancaman ini disampaikan sejumlah pengusaha besar di Australia.

Asosiasi yang mewakili kalangan produsen Australia mengingatkan, ke depan akan ada lebih dari 100 ribu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kecuali jika pemerintah federal melakukan tindakan mengatasi kekurangan pasokan gas yang memicu kenaikan harga gas di sektor rumah tangga dan industri.

Ironisnya kondisi ini terjadi ditengah Australia produksi gas Australia tengah surplus dari jumlah produksi sebelumnya. Australia saat ini juga diketahui tengah berada di jalur untuk menjadi eksportir gas terbesar di dunia, menyusul kesepakatan kontrak kerja sama yang diperoleh Australia sebagai pemasok pasar bahan bakar Asia yang tengah haus pasokan dan berani membayar tiga kali lipat harga gas  Australia demi memperoleh pasokan energi.

Pelaku industri manufaktur mengatakan, pihaknya juga menginginkan sistem yang mirip dengan Amerika Serikat di mana gas tidak diekspor kecuali  telah memenuhi kepentingan nasional.

Ketua Asosiasi Manufaktur Australia, Sue Morphet mengatakan perusahaan-perusahaan besar yang selamat dari GFC saat ini berada di bawah tekanan untuk memindahkan produksi mereka di luar negeri .

"Kenaikan gas ini bisa menggerus biaya GDP kami sekitar AUD$28 miliar dan 100 ribu  pekerjaan langsung , ditambah semua pekerjaan tidak langsung bagi orang-orang yang melayani sektor manufaktur , " katanya, baru-baru ini.

Perusahaan produk bangunan CSR mengatakan kesepakatan Australia untuk meningkatkan jumlah ekspor gasnya sampai tiga kali lipat memicu masalah besar. "Tidak banyak orang yang paham apa konsekwensinya ketika pasokan gas berkurang setelah tahun 2016 untuk menopang industri dalam negeri seperti perusahaan kami misalnya,” kata Direktur Manager CSR,  Rob Sindel.

Setelah sekitar 30 tahun berkecimpung diindustri peleburan bahan baku untuk membuat kaca, CSR memutuskan menutup pabrik peleburan kaca mereka di Ingleburn di pinggiran Sydney, dan merumahkan 150 staf.

Menurutnya penutupan pabriknya disebabkan karena kenaikan tagihan energi  gara-gara kenaikan harga gas – yang merupakan bahan utama dalam peleburan kaca.

"Pabrik seperti milik kami tidak mampu lagi menanggung beban biaya tambahan,” kata Sindel.

Namun CEO dari Asosiasi Eksplorasi dan Produksi Minyak Australia (APPEA), David Byers, mengatakan industri gas mewakili kesempatan besar untuk mendongkrak perekonomian Australia.

"Kita sedang menegosiasikan investasi senilai $200 milyar,  jadi langkah ini akan menjadi dorongan besar dalam mendongkrak GDP Australia selama 20 -25 tahun mendatang,” katanya.

Namun tidak semua pengusaha di Australia sepakat dengan pendapat tersebut.

Gas ditimbun untuk ekspor

Di sepanjang pesisir timur Australia, para pengusaha mengatakan produsen gas besar Australia saaat ini banyak mengurangi pasokan gasnya untuk industri lokal karena menimbun stok untuk keperluan ekspor.

Ini tengah menjadi tren meningkat seiring dengan segera rampungnya fasilitas pengiriman LNG baru yang lebih dekat di Gladstone, Queensland.

Produsen gas menyangkal klaim tersebut, APPEA mengatakan mekanisme pasar masih terus berjalan normal.

"Yang saat ini terjadi di sektur industri manufaktur Australia adalah proposal perlindungan, yang berusaha menahan pasokan gas harganya tetap rendah dengan mengorbankan industri produksi gas," kata Byers.

Oleh karena itu Byers meminta semua kalangan untuk melihat situasi ini secara objektif dengan mempertimbangkan fakta-fakta dari pasar domestik di seluruh dunia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement