Jumat 28 Mar 2014 19:45 WIB

Maftuh Berangkat ke Saudi untuk Selamatkan Satinah

Rep: C60/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyuni dalam konferensi pers bersama sejumlah mentri usai rapat kordinasi di Jakarta
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyuni dalam konferensi pers bersama sejumlah mentri usai rapat kordinasi di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Kepala Satuan Tugas (Satgas) tenaga kerja Indonesia (TKI), Maftuh Basyuni langsung berangkat ke Saudi Arabia, Jumat (28/3). Maftuh mempunyai misi untuk menyelamatkan Satinah, TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Rencananya, Maftuh akan dibekali uang senilai Rp 15 miliar. Maftuh Basyuni berangkat bersama rombongan dari perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja yang berjumlah empat orang.

Maftuh memasuki terminal dua Gate D1, Bandara Internasional Soekarno Hatta pada jam 18.00 WIB. Kepada wartawan, mantan Menteri Agama ini menyatakan akan berangkat ke Arab Saudi untuk menyelamatkan Satinah.

“Terlebih dahulu kita akan mendatangi kedutaan besar Indonesia untuk Arab Saudi lalu setelah itu mendatangi Gubernur Riyadh,” kata dia kepada wartawan, Jumat (28/3).

Dia akan meminta Gubernur Riyadh untuk mengatur pertemuan dengan keluarga korban. Maftuh optimistis dapat membebaskan Satinah dari ancaman hukuman mati.

Ditanya mengenai bekal sejumlah uang yang akan diberikan kepada pihak keluarga, maftuh hanya mengatakan, dia tidak membawa uang cash bersama dia.“Saya tidak bawa uang sebanyak itu, takut kecopetan,” kata dia.

Maftuh Basyuni mengemban tugas untuk melakukan negosiasi kepada pihak keluarga Nura al-Garib, mantan majikan Satinah. Tugas Maftuh Basyuni adalah melakukan negosiasi terhadap keluarga pihak korban agar berkenan menurunkan permintaan ganti rugi atas terbunuhnya salah satu anggota keluarganya.

Satinah Binti Jumaidi Ahmad (41) merupakan salah seorang TKW asal Ungaran, Semarang,  yang bekerja di Saudi Arabia. Dia ditangkap pada tahun 2007 dengan tuduhan mencuri uang dan membunuh majikannya.

Pada tahun 2010, Satinah divonis bersalah telah membunuh majikannya. Keluarga majikan akan memaafkannya jika bisa menyediakan uang tebusan tujuh juta riyal atau sekitar Rp 20 miliar.

Sejauh ini, pemerintah sudah menitipkan uang diyat sebesar 4 juta riyal atau sekitar Rp 12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan.

Tenggat waktu vonis mati Satinah awalnya jatuh pada Agustus 2011. Namun pemerintah telah melakukan negosiasi sehingga bisa diperpanjang diperpanjang hingga lima kali yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014 dan 5 April 2014.

Sebelum berangkat, Maftuh meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan keberangkatannya agar berhasil menyelamatkan Satinah.

“Saya meminta bantuan dan doa dari masyarakat semua, agar misi ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya”.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement