Sabtu 29 Mar 2014 02:03 WIB

Utusan Presiden SBY Berangkat ke Saudi Selamatkan Satinah

Sulastri, kakak ipar TKI Satinah memperlihatkan foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari lalu di penjara kota Buraydah, Arab Saudi, di rumahnya di Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jateng, Selasa (25/3).
Foto: Antara
Sulastri, kakak ipar TKI Satinah memperlihatkan foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari lalu di penjara kota Buraydah, Arab Saudi, di rumahnya di Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jateng, Selasa (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Utusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Maftuh Basyuni, pada Jumat (28/3) terbang ke Arab Saudi untuk menemui keluarga majikan yang menjadi korban pembunuhan TKI Satinah, untuk mengejar batas waktu penyerahan uang tebusan 3 April 2014.

Maftuh Basyuni, berangkat bersama tim satgas yang terdiri dari perwakilan beberapa instansi terkait, antara lain Kemenlu, Kemenakertrans.  Mereka membawa uang tebusan SAR 5 juta atau sekitar Rp 15 miliar untuk menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung.

Uang tebusan tersebut, masih kurang SAR 2 juta dari permintaan keluarga, yakni SAR 7,5 juta atau sekitar Rp 21 miliar. Namun sesuai kesepakatan sebelumnya, kekurangan SAR 2 juta ini dapat diangsur selama dua tahun.

Dengan diterimanya pembayaran uang tebusan sebesar 5 juta riyal ini, diharapkan keluarga korban sepakat untuk menunda pelaksanaan hukuman mati terhadap Satinah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Abdul Wahab Bangkona mengatakan, batas waktu pembayaran diat sesuai perjanjian sebelumnya 3 April. Bila pihak keluarga menerima uang tebusan SAR 5 juta tersebut diterima keluarga, Satinah dapat bebas dari hukuman mati.

Namun, bila nilai tebusan SAR 5 juta tersebut ditolak, tim akan berupaya melobi agar keluarga mau mengundurkan waktu penyerahan. Selain Satinah, masih ada 38 TKI yang bernasib sama, yakni divonis hukuman mati di Arab Saudi dan menunggu dikabulkannya permohonan maaf dari pihak keluarga.

Presiden SBY saat memimpin rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/3), menegaskan, rakyat Indonesia harus tahu kebijakan pemerintah selanjutnya apakah harus terus mengeluarkan uang tebusan itu. Untuk itu, Presiden meminta jajarannya menyampaikan informasi yang sebenarnya, duduk persoalan yang dialamai WNI di luar negeri.

Presiden juga meminta untuk menggalakkan sosialisasi pentingnya pemahaman hukum bagi para WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri, agar tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum sekecil apapun.

Presiden menjelaskan, sampai saat ini pemerintah sudah membebaskan lebih dari 176 WNI yang terancam hukuman di luar hegeri, termasuk hukuman mati. Dan pemerintah masih terus mengupayakan pembebasan bagi sekitar 246 WNI lainnya yang menghadapi ancaman serupa.

“Kasus yang terakhir adalah saudari kita yang bekerja di Hongkong. Saya mengerti kalau masyarakat marah,. Tapi kadang-kadang masyarakat kurang mendapatkan informasi yang jelas, ketika ada WNI dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan yang akuntabel di suatu negara, itu seolah-olah tidak bersalah,” kata Presiden kala itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement