Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Banyak sekali buku atau pernyataan di dalam buku merupakan koleksi dari hubungan misteri antara yang bersangkutan dan orang-orang tertentu atau sumber-sumber lainnya yang dinilainya merupakan hidayah dari Allah.
Sebutlah misalnya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani yang menulis sedemikian banyak kitab, termasuk kitab Fath al-Bary fi Syarh Shahih al-Bukhari (13 jilid), Imam Syafi’i yang mengarang kitab Al-Umm yang berjilid-jilid, dan Imam al-Ghazali yang salah satu karya monumentalnya ialah Ihya’ Ulum al-Din.
Dalam kitab terakhir ini menarik untuk diperhatikan pengalaman seorang muridnya yang mempertanyakan beberapa hadis di dalam kitab Al-Ihya’ tidak ditemukan di dalam kitab-kitab lain.
Lalu, Imam al-Ghazali mengungkapkan kalau dirinya tidak pernah menulis sebuah hadis sebelum mengonfirmasikannya langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Padahal, ia wafat pada 1111 M, sedangkan Rasulullah wafat 634 M.
Bisa dibayangkan, jika ada sekitar 200 hadis di dalam kitab Al-Ihya maka 200 kali ia berjumpa dengan Rasulullah SAW. Itu baru satu kitabnya. Bagaimana dengan kitab-kitab lainnya?
Perjumpaan Nabi Muhammad dengan orang-orang tertentu bagi orang yang meyakini keberadaan hadis sulit untuk ditolak keberadaannya. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Bukhari dijelaskan, “Barang siapa yang berjumpa denganku dalam mimpi maka aku betul-betul yang disaksikannya karena satu-satunya orang yang tidak bisa dipalsukan wajahnya oleh iblis ialah wajahku.”
Orang-orang yang berjumpa dengan Rasulullah dalam lintasan sejarah banyak sekali. Hampir semua nama yang diungkap di dalam kitab Jami’ Karamat al-Auliya’ karya Yusuf an-Nabhani pernah berjumpa dengan Rasul.
Inspirasi cerdas yang bersumber dari Allah SWT, apa pun namanya, bukan buatan manusia, melainkan sesuatu yang muncul atau turun dari Allah. Inspirasi cerdas itu kemudian diklasifikasi menjadi wahyu untuk para nabi, ilham untuk para wali, hikmah untuk para ulama bijak, dan ta’lim bagi para peniti tangga takwa (salikin).
Kualifikasi validitasnya juga diklasifikasikan menjadi kebenaran haqq al-yaqin untuk wahyu, ain al-yaqin untuk ilham, dan ilm al-yaqin untuk hikmah, dan taklim.
Berdasarkan uraian di atas, dipahami bahwa sesuatu yang turun dari Allah, apakah itu melalui proses al-inzal atau at-tanzil, dapat dialami oleh siapa pun, orang-orang yang dikehendaki Allah SWT.
Dalam kisah-kisah Alquran juga disebutkan sejumlah manusia utama mendapatkan inspirasi cerdas langsung dari Allah. Kita kenal nama-nama besar, seperti ibunya Nabi Musa (Umm Musa), Maryam, dan Luqman. Bahkan, dua nama terakhir malah dipilih menjadi nama surah dalam Alquran, yaitu surah Maryam [19] dan surah Luqman [31].
Bagaimana memahami misteri turunnya wahyu, ilham, hikmah, dan taklim, insya Allah akan diuraikan dalam artikel mendatang. Allahu a’lam.