REPUBLIKA.CO.ID, SULTAN KUDARAT -- Perjuangan Muslim Filipina meraih haknya tercapai sudah. Hak otonomi berhasil diperoleh.
Kelompok Front Pembebasan Islam Moro (MILF) merupakan pihak yang gembira soal penandatanganan kesepakatan otonomi Muslim di Selatan Filipina. "Perjanjian komprehensif tentang nasib Bangsa Moro merupakan wujud kemuliaan perjuangan kami," kata pemimpin MLIF, Al Haj Murad Ebrahim, seperti dilansir reuters.com, Sabtu (29/3).
Perjuangan Bangsa Moro melalui gerakan senjata dimulai sejak tahun 1970-an. Mereka menuntut pemerintahan otonomi, yang diklaim merupakan hak Bangsa Moro yang beragama Islam. Tak terhitung berapa banyak korban tewas dikeduabelah pihak selama konflik berlangsung.
"Saya berharap anak saya bisa menyelesaikan kuliah dan tidak menjadi pejuang seperti saya," kata Komandan Senior MILF, Usop Pasigan. Ia mengaku telah berjuang sejak usia 17 tahun. Selama perjuangan itu, ia kehilangan tiga saudaranya.
Di Maguinadano, pejuangan MILF merayakan peristiwa bersejarah tersebut dengan suka cita. Rangkaian doa dan puji syukut diucapkan Muslim Filipina. "Suasana begitu meriah," kata pejabat MILF, Nasrullah Abdullah.
Bagi Jamira Mapakasunggot, 56 tahun, sebagian besar Muslimah Filipian telah kehilangan ayah, anak atau keponakan selama konflik. Itu sebabnya, proses perdamaian ini akan membuat nasib Muslimah Filipina menjadi lebih baik.
"Yang kami khawatirkan tidak semua kelompok sepakat dengan putusan ini," kata dia.
MILF bukanlah satu-satunya faksi perjuangan Bangsa Moro. Memang MILF yang terbesar. Di luar itu, beredar faksi lain seperti Pejuangan Kebebasan Bangsa Moro (BIFF). Mereka merupakan sempalan MILF, yang menginginkan Mindanao melepaskan diri dari Filipina.