Senin 31 Mar 2014 23:36 WIB

Mantan Presiden Pakistan Diadili Soal kematian Benazir Bhutto

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Pervez Musharraf
Foto: AP
Pervez Musharraf

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD-- Sebuah pengadilan di Pakistan menuduh mantan penguasa militer Pervez Musharraf, melakukan pengkhianatan terhadap negara. Ia dianggap melawan hukum saat menangguhkan konstitusi dan melembagakan aturan darurat saat masa jabatannya sebagai presiden, pada 2007.

Dilansir dari BBC News, Musharraf mengaku tak bersalah dan kerap mengklaim tuduhan terhadap dirinya bermotif politik. Jika terbukti bersalah, Musharraf terancam hukuman mati.Tahira Safdar, satu dari tiga hakim pengadilan khusus membacakan lima tuduhan terhadap Musharraf.

Musharraf mengaku tak bersalah, untuk semua tuduhan yang dilayangkan. Ia juga mempertanyakan, kenapa ia dituduh sebagai pengkhianat. Padahal ia banyak berjasa untuk negara, dan menyatakan diri sebagai patriot.

"Saya dipanggil pengkhianat, saya telah menjabat kepala staf militer selama sembilan tahun dan saya telah melayani militer di negara ini selama 45 tahun. Saya telah berjuang dalam dua perang dan saya disebut pengkhianatan?" ungkapnya pada kantor berita Agence France-Presse.

Musharraf juga menegaskan, ia bertindak dalam konstitusi ketika ia mengumumkan keadaan darurat Pakistan pada 2007. Menurutnya, ia tak bertindak sendiri saat mengambil keputusan tersebut. "Saya bukan pengkhianat, bagi saya pengkhianat adalah mereka yang menjarah uang rakyat dan mengosongkan perbendaharaan," tambahnya seperti dikutip The Guardian.

Sementara itu BBC News melaporkan, saat Musharraf memasuki pengadilan ia dijaga ketat pasukan keamanan. Tapi Musharraf tampak santai, ia bahkan sempat melambaikan tangan pada pengunjung yang hadir.

Persidangan atas Musharraf ditunda untuk sementara, hingga diputuskan apakah Musharraf akan diizinkan meninggalkan Pakistan atau tidak. Musharraf memang berencana mengunjungi ibunya yang tengah sakit di Dubai.

Namun, saat ini ia masuk dalam daftar kontrol keluar negeri. Kontrol ini membatasi setiap warga negara Pakistan tertentu, yang ingin meninggalkan negaranya dan tengah menjadi tahanan rumah. Setelah sidang, Jaksa Kepala Akram Sheikh mengatakan pembelaan utama yang diutarakan Musharraf adalah ia bertindak atas saran Perdana Menteri Shaukat Aziz, saat kabinet menangguhkan konstitusi.

Hal ini menurut Sheikh menjadi alasan Musharraf bahwa ia tak mengambil langkah-langkah secara independen. "Tentang hal ini saya telah menyerahkan pada pengadilan sebelumnya, untuk membuktikan bahwa dia telah melakukan ini atas saran dari perdana menteri dan kabinet," tambahnya.

Musharraf menjabat sebagai presiden pada periode 2001 hingga 2008. Ia menjadi salah satu penguasa terlama di Pakistan. Musharraf mengumumkan keadaan darurat pada bulan November 2007, sesaat sebelum Mahkamah Agung memutuskan legalitas pemilihannya kembali sebagai presiden.

Saat itu ia juga menjabat sebagai panglima militer. Ia kemudian ditangkap dan diberhentikan dari jabatannya. Musharraf diasingkan pada 2008, dan kembali ke Pakistan pada Maret 2013. Musharraf berharap dapat memimpin partainya dalam pemilu. Namun ia didiskualifikasi dan mendapat tuduhan atas berbagai hal, saat ia berkuasa.

Tuduhan padanya termasuk keputusannya menyerang sebuah masjid radikal di Islamabad, pembunuhan pemimpin pemberontak di Baluchistan dan kematian mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto. Akibat serangkaian tuduhan itu, ia sempat dirawat di rumah sakit sejak awal tahun karena tekanan darah tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement