REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Elektabilitas Priyo Budi Santoso kini mengalahkan Aburizal Bakrie (ARB alias Ical) menurut persepsi publik tentang capres dari Partai Golkar. Hal ini terungkap dari hasil survei terbaru yang dilaksanakan Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (PUSKAPHDEM–UNNES), baru-baru ini.
“Elektabilitas Priyo menempati posisi tertinggi, yakni sebesar 18,44 persen. Sementara Ical bertengger di posisi ketiga sebesar 16,42 persen, di bawah Jusuf Kalla (JK) yang tingkat keterpilihannya mencapai 17,33 persen,” papar Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (PUSKAPHDEM–UNNES) Arif Hidayat di Jakarta, Senin (31/03).
Survei dilaksanakan 19 Februari sampai dengan 28 Maret 2014 di 34 provinsi. Jenis penelitian adalah survei panel. Jumlah responden 1.090 orang, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan margin of error ± 2.98 persen.
Responden adalah orang yang sudah memiliki hak pilih pada Pemilu 2014 dan bukan TNI/Polri aktif. Pengambilan data melalui teknik wawancara dengan bantuan kuisioner.Arif menuturkan, tingginya angka elektabilitas Priyo dilatarbelakangi akrobat dan manuver politik yang dilakukan Wakil Ketua DPR tersebut akhir-akhir ini.
Di antaranya adalah pertemuannya dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di DPR pada 21 Februari, kemudian dilanjutkan pertemuan dengan Dino Patti Djalal pada awal Maret lalu. “Dua manuver tersebut bahkan mendapatkan porsi besar dan menjadi berita utama disejumlah media massa,” imbuhnya.
Dilanjutkan Arif, jebloknya elektabilitas ARB dikarenakan beragam faktor. Di antaranya adalah belum maksimalnya serangan udara (iklan) dan serangan darat (menjumpai konstituen) yang dilakukan oleh Ical.
“Tak hanya itu, beredarnya video dan foto pelesiran ARB bersama Zalianty bersaudara berdampak negatif pada peluang Ketua Umum Partai Golkar itu di Pilpres 2014. Bagi masyarakat Indonesia, video pelesiran tersebut sangat multitafsir,” tuturnya.
Situasi ini, kata Arif lagi, semakin diperkeruh dengan keputusan pemerintah kepada Lapindo untuk segera menyelesaikan masalahnya di Sidoarjo. Karena itu, dia menyarankan agar Partai Golkar segera mengevaluasi kembali pencapresan Ical.