Selasa 01 Apr 2014 13:26 WIB

Memahami Makna Batin Alquran: Wahyu kepada Ibu Nabi Musa (1)

Ilustrasi
Foto: Islamicartdb.com
Ilustrasi

Oleh: Prof DR Nasaruddin Umar

Semua orang, tanpa dibedakan jenis kelamin dan etniknya, sama-sama memenuhi syarat secara biologis untuk menjadi nabi.

“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS al-Qashash [28]:7).

Dari ayat tersebut, menurut mayoritas ulama, membuat definisi wahyu menjadi tidak jelas. Seperti diketahui, mayoritas ulama mendefinisikan wahyu sebagai informasi yang diberikan Allah SWT kepada para nabi melalui malaikat Jibril.

Sedangkan, para ulama itu juga menegaskan bahwa para nabi hanya dari kalangan laki-laki. Ayat tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa Allah memberi wahyu kepada ibu Nabi Musa.

Dengan mengatakan wahyu hanya untuk para nabi dan mereka hanya untuk kaum laki-laki, mayoritas ulama berusaha mengalihkan makna kata wahyu dalam ayat di atas bukan seperti wahyu yang diturunkan kepada para nabi-Nya, melainkan lebih diartikan sebagai ilham. Lihat dalam kitab-kitab tafsir otoritatif (mu’tabarah), tidak satu pun mengatakan, ibu Nabi Musa yang mendapatkan wahyu itu sebagai nabi.

Bagi para sufi pengertian wahyu lebih bernuansa spiritual, yaitu informasi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang Dia percaya. Apakah itu laki-laki atau perempuan, bangsa Arab atau non-Arab, tidak ada masalah bagi Tuhan. Mereka yakin dengan firman Allah dalam surah al-Hujurat ayat 13:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dalam ayat di atas digarisbawahi kata, “Inna akramakum ‘indallahi atqakum” (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu).

Tidak ada satu jaminan bahwa yang paling mulia di hadapan Allah ialah para nabi. Tidak ada juga ayat yang lebih tegas menyatakan para nabi harus laki-laki.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement