Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Islam terus berkembang di negeri Cina. Setelah utusan sahabat Rasulullah, hubungan antara para pedagang yang berasal dari Arab membuat dakwah Islam semakin banyak.
Mereka yang berdagang melintasi jalur sutra, yaitu jalur darat dari Cina menuju dunia Barat, membuat masyarakat Cina yang disinggahinya mengenal Islam. Penyebaran Islam semakin meningkat ketika para pedagang ini juga menggunakan jalur laut melewati selat Malaka sebagai jalur perdagangannya.
Sekitar abad ke-15, imigran Cina Muslim yang sebagian besar berasal dari Guangzhou dan Fujian mendarat di nusantara. Mereka tinggal di Indonesia dengan mata pencaharian sebagai pedagang, bertani, dan sebagai tukang.
Muslim Tionghoa di nusantara ada yang berasal dari imigram Muslim asal Cina, lalu menetap di nusantara. Ada pula yang memeluk Islam karena interaksi antaretnis Tionghoa dengan penduduk setempat yang beragama Islam.
Kedatangan imigran Muslim Tionghoa ke nusantara, yakni sebelum dan pada zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara, secara individu.
Pada masa inilah para imigran Cina (Tionghoa) Muslim menyebarkan ajaran agama Islam secara tidak langsung. Disebut tidak langsung karena sebenarnya tujuan mereka datang ke nusantara adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi mereka, bukan tujuan menyampaikan Islam atau berdakwah.
Namun, karena Muslim, mereka pun secara tak langsung memengaruhi perilaku penduduk di sekitarnya, mengenalkan Islam dan ibadah dalam kesehariannya.
Meski kedatangan etnis Tionghoa Muslim tidak untuk berdakwah, keberadaan mereka mempunyai dampak dalam perkembangan dakwah. Salah satunya karena proses asimilasi, perkawinan dengan penduduk setempat yang kemudian menjadikan mereka Muslim.
Beberapa daerah yang menjadi tujuan para imigran Tionghoa Muslim, di antaranya Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Jejak-jejak mereka berupa peninggalan masjid dan bangunan lainnya masih bisa kita temui.