Selasa 01 Apr 2014 19:21 WIB

Maladewa, Negara Pulau Berdasarkan Syariat

Bocah Maladewa belajar Alquran di sebuah madrasah (ilustrasi).
Foto: Voanews.com
Bocah Maladewa belajar Alquran di sebuah madrasah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Islam adalah agama resmi negara di Maladewa. Bahkan, dalam revisi konstitusi tahun 2008 pada Pasal 9 D dinyatakan warga non-Muslim tidak bisa menjadi warga negara Maladewa.

Warga di kepulauan ini menjadi Muslim setelah sebelumnya raja yang beragama Buddha memeluk Islam pada abad ke-12. Sesudah itu, semua penduduk pribumi Maladewa adalah Muslim.

Penduduknya mempunyai akar etnik dari India Selatan, Sinhalese, dan Arab. Sebagian besar mempraktikkan Islam Sunni. Islam datang ke Maladewa melalui pelancong Arab Abul Barakhat al-Bar Bari. Pada 1153 M kesultanan pertama dibentuk dan sejak saat itu Islam menjadi agama nasional. Pada 1344 M Ibnu Batutah pernah bekerja sebagai hakim di negara yang dulunya disebut Dibajat ini.

Islam juga sangat berdampak pada hukum di Maladewa. Hukum Islam syariah yang dikenal di Dhivehi dengan sariatu membentuk aturan dasar yang disesuaikan dengan kondisi lokal penduduk. Di pulau ini miski atau masjid menjadi pusat kegiatan Islam.

Hari Jumat yang merupakan hari penting bagi umat Islam, toko-toko dan perkantoran di kota dan desa tutup sekitar pukul 11.00 siang. Khotbah Jumat biasanya dimulai pukul 12.30 waktu setempat.

Sebagian pulau yang berpenghuni mempunyai sejumlah masjid. Ibu Kota Male misalnya, memiliki lebih dari 30 masjid. Sebagian besar masjid bercat putih dengan bangunan yang dibangun dari batu karang dengan atap seng atau jerami.

Di Pulau Male Islamic Center atau Pusat Kegiatan Islam dan Masjid Grand Friday dibangun pada 1984 dengan dana dari negara-negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei, dan Malaysia. Masjid Grand Friday mempunyai struktur yang elegan.

Kubahnya yang berwarna emas menjadikan masjid ini bangunan yang pertama kali terlihat saat mendekati Male. Pada pertengahan 1991 Maladewa memiliki total 725 masjid dan 266 masjid bagi perempuan.

Di negara yang 30 persen pendapatannya berasal dari pariwisata ini, sebagian besar toko dan kantor tutup selama lima belas menit setelah azan berkumandang.

Selama bulan Ramadhan, kafe dan restoran ditutup pada siang hari. Jam kerja juga dibatasi. Royal Islamic Strategic Research Centre (RISSC), sebuah organisasi riset independen dari Yordania pada 2010, melaporkan, sebesar  99,41 persen populasi Maladewa adalah Muslim.

Selama ratusan tahun, Muslim Sunni mempraktikkan Islam secara liberal. Namun, di bawah kekuasaan Maumoon Abdul Gayoom yang otokratik selama tiga dekade, ia menerapkan elemen Islam garis keras di negara yang terletak 700 kilometer di selatan Sri Lanka tersebut.

Pada 1994 Undang-Undang Perlindungan Agama diberlakukan. UU ini membatasi kebebasan beribadah selain agama Islam.

Seiring berakhirnya kekuasaan Gayoom pada 2008, pakaian bagi perempuan menjadi lebih konservatif. Sebelumnya, perempuan banyak yang berbusana dengan warna-warna terang, namun kini mereka cenderung mengenakan jubah hitam dan penutup kepala. Di pulau yang lebih konservatif, seperti Himandhoo, perempuan mengenakan abaya hitam dan cadar. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement