REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI-- Anggota milisi di Libya Timur mengadakan kontak dengan sisa pengikut pemerintah mantan presiden Libya Muammar Gaddafi, dalam upaya menyelundupkan minyak mentah, kata putra Muammar Gaddafi, Saadi Gaddafi, Selasa (1/4).
Saadi mengungkapkan rencana itu selama wawancara dengan TV Libya bahwa Ibrahim Jathran, pemimpin milisi yang telah menghalangi pelabuhan di Wilayah Pantai Timur Libya, bekerjasama dengan beberapa anggota senior Pemerintah Muammar Gaddafi untuk menjual minyak secara tidak sah.
Jathran dan anak buahnya telah menguasai tiga pelabuhan minyak di Libya Timur sejak Juni 2013, dan menuntut bagian lebih besar dari pengaruh politik dan hasil penjualan minyak, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi.
Saadi mengatakan Jathran, yang diduga berhubungan dengan pendukung Muammar Gaddafi, juga bertanggung jawab atas kemelut belum lama ini di Sebha, Kota Besar utama di bagian selatan negeri itu.
Ia juga mengatakan dinas intelijen internasional juga terlibat dalam upaya untuk memecah negeri tersebut.
Sejak kejatuhan Muammar Gaddafi, Pemerintah Libya telah berjuang menegakkan kendali efektif atas semua wilayah. Negeri tersebut sekarang dikuasai oleh anggota milisi dan menghadapi situasi keamanan yang memburuk.
Pada hari yang sama tiga warga Libya yang membajak kapal pengangkut minyak curian telah dibebaskan sebagai kesepakatan dengan para gerilyawan yang menutup sejumlah pelabuhan, kata kantor berita pemerintah, Lana.
Pada Maret, kapal tanker Morning Glory menghalau Angkatan Laut Libya di luar pelabuhan As-Sidra --yang dikuasai para gerilyawan yang meminta otonomi dari Tripoli --setelah mencuri 234.000 barel minyak mentah.
Pada 17 Maret, AL Amerika Serikat membantu menaklukkan kapal tersebut di wilayah timur Laut Tengah dan memandunya kembali ke Libya.
Tiga warga Libya serta 21 awak kapal dari berbagai kebangsaan di atas kapal milik warga Mesir itu diserahkan ke polisi. Pembebasan warga Libya itu mendapat protes dari para hakim dan pengacara yang berunjukrasa di depan kantor penuntut umum pada Selasa untuk menentang campur tangan politik dalam kasus tersebut.
Seorang staf dari kantor kejaksaan mengatakan bahwa pembebasan itu dilakukan atas tekanan dari pihak berwenang, yang mencari kesepakatan untuk membuka kembali pelabuhan yang ditutup oleh para gerilyawan.
Kapal tersebut berhasil melarikan diri dari pihak berwenang yang bersumpah akan mengerahkan segala upaya untuk menghentikannya, sehingga makin menegaskan kelemahan pemerintah pusat dalam menghadapi gerilyawan bersenjata.