REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ibukota ekonomi Amerika Serikat, New York City akan menjadi salah satu tuan rumah penyelenggaraan pertemuan para pengelola zakat dunia, Konferensi Zakat Internasional. Konferensi zakat internasional di New York ini akan diselenggarakan pada 28 dan 29 Mei 2014 mendatang.
Rencananya ratusan penyelenggara (amil) zakat dari seluruh dunia, perwakilan negara-negara Islam, Ulama, pakar dan pemerhati zakat dari seluruh dunia akan berkumpul untuk menghadiri konferensi ini. Deputi Sekjen World Zakat Forum yang Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan sudah saatnya zakat berperan secara global dan menyentuh jantung ekonomi dunia, New York.
Tema besar yang diangkat dalam Konferensi Zakat Internasional ini adalah 'Zakat for Global Welfare'. "Dengan Konferensi ini kami berharap zakat bisa semakin berperan globalkan, bahkan zakat dapat menjadi bagian dari kebijakan ekonomi dunia," ujar Juwaini ketika konferensi pers di kantor Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bersama Anggota Badan Pekerja World Zakat Forum Irfan Syauqi Beik yang juga menjabat Staf ahli Bidang Riset dan Kerjasama Luar Negeri, Rabu (2/4).
Diungkapkan dia, perkembangan zakat di dunia Islam dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Hal ini terlihat dari tren pengumpulan dan pendistribusian zakat yang terus menunjukkan peningkatan. Walau dalam teorinya tren pengumpulan tersebut, masih jauh dari potensi zakat umat Islam di seluruh dunia.
Ia mengungkapkan, potensi zakat di seluruh negara muslim sebesar Rp 6.000 triliun. Dari seluruh potensi dan pengumpulan zakat yang telah dilakukan negara-negara muslim, Arab Saudi merupakan salah satu negara yang terbesar hingga Rp 1.000 triliun. Tujuan Konferensi ini, ungkap dia, diantaranya sebagai forum pertukaran ide dan pengalaman dalam pengelolaan zakat dunia.
"Kami juga ingin membahas standarisasi dalam pengelolaan zakat karena setiap negara memiliki kekurangan dan kelebihan dalam proses pengelolaannya," terangnya.
Diharapkan akan ada rumusan yang bisa diterapkan di semua negara, tidak hanya di negara islam tapi juga negara dimana umat islamnya adalah minoritas, termasuk mampu merespon kegagalan MDGs yang digaungkan selama ini mampu mengurangi kemiskinan.