REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mengalami krisis jumlah guru yang mampu mengajarkan umat membaca Alquran (Ngaji) secara benar.
Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi guru mengaji dinilai menjadi penyebab langkanya guru yang tidak sebanding dengan semakin besarnya jumlah generasi muda Islam di Indonesia.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar menjawab semakin rendahnya minat para tenaga pengajar Alquran kepada generasi muda. Wamenag mengungkapkan, saat ini ada lebih dari 25 juta remaja Islam di Indonesia, dan hampir sebagaian mereka minim mendapatkan pengajaran membaca Alquran.
Ia mengungkapkan, dahulu orang tua yang mampu membaca Alquran tidak segan menjadi guru mengaji bagi putra putri mereka. Tapi sekarang banyak orang tua yang belum bisa mengaji, apalagi mengajarkan ke anak mereka. Di sisi lain, kata dia, profesi sebagai guru mengaji terkadang tidak menarik dari sisi ekonomi bagi tenaga pengajar.
"Jadilah guru ngaji kita semakin langka saat ini," ujar Nasaruddin kepada RoL, Selasa (2/4).
Karenanya ia menekankan perlunya menghidupkan kembali budaya maghrib mengaji di setiap rumah keluarga muslim. Budaya maghrib mengaji ini dinilai dia bisa membantu pengajaran membaca Alquran di tengah keluarga Muslim.
Kemudian, Wamenag mengatakan perlunya training of trainer para guru mengaji yang ada saat ini untuk meningkatkan metode membaca Alquran.
Terlebih di saat ini sudah berbagai macam metode dan alat pengajaran elektronik membaca Alquran yang berkembang sangat baik. Ia juga menegaskan akan mengaktifkan berbagai sumber daya manusia (SDM) di bidang keagamaan.
"Salah satunya kita akan berdayakan para mahasiswa di perguruan tinggi Islam negeri untuk mau terjun ke masyarakat mengajarkan membaca dan memperkuat pemahaman Alquran," ujar Rektor Institut Ilmu Alquran ini. Ia menilai perlu langkah strategis untuk mencegah semakin langkanya Guru mengaji di beberapa daerah.