REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU--Polda Riau menjerat anak perusahaan Sampoerna Agro Group dengan empat perkara dugaan kejahatan, yang artinya tidak hanya berhenti pada kasus dugaan pembakaran lahan di Provinsi Riau.
"Kasus dugaan kelalaian mengakibatkan kebakaran menjadi pintu masuk, dan ternyata setelah dikembangkan didapatkan perkara lainnya," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau AKBP Ari Rahman kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.
Ari Rahman mengatakan pihaknya kini melakukan pelengkapan pemeriksaan terhadap tersangka korporasi, yakni PT National Sago Prima (NSP) dari Sampoerna Agro Group di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. "Ada empat perkara yang menyangkut NSP, semuanya sudah tahap penyidikan," katanya.
Polda Riau yang masuk dalam Satgas Penegakan Hukum Darurat Asap Riau sudah menetapkan 110 tersangka kasus dugaan pembakaran lahan. Di dalamnya termasuk tersangka dari korporasi, yakni PT NSP yang mengantongi izin hutan tanaman industri (HTI) untuk komoditi sagu di Kepulauan Meranti.
Perusahaan tersebut mendapat izin dari Kementerian Kehutanan untuk mengelola konsesi seluas sekitar 21.000 hektare. Kebakaran mulai terjadi sekitar akhir Januari lalu di dalam konsesi dan merambat ke kebun sagu masyarakat di sekitarnya, yang mengakibatkan kebakaran di daerah itu luasnya lebih dari 2.000 ha dan menimbulkan polusi asap.
Dugaan sementara dari kepolisian, pihak korporasi tidak memiliki perlengkapan maupun sumber daya manusia untuk mencegah bahkan untuk menanggulangi apabila terjadi kebakaran di lahan konsesi yang luas sehingga bisa dikatakan ada unsur kelalaian.
Ari Rahman mengatakan sejumlah penyidik kini berada di lapangan untuk memastikan lokasi lahan terbakar melalui pencatatan titik koordinatnya dengan alat GPS (Global Positioning System) untuk melengkapi data titik api yang didapatkan dari pencitraan satelit.
Penyidik juga akan terus melengkapi seluruh perkara lainnya, antara lain masalah limbah berbahaya, dugaan pembalakan liar dan menutup anak sungai.
"Lokasi lahan yang terbakar dan limbah akan dipasangi garis polisi sebagai barang bukti," ujarnya.
Untuk perkara limbah, ia menjelaskan bahwa perusahaan diduga melanggar standar keamanan dalam pengelolaan limbah di pabrik pengolahan sagu."Limbah cair ditempatkan ke kolam penampungan namun jumlahnya melampaui batas sehingga diduga meluber ke mana-mana yang bisa mencemari lingkungan," katanya.
Untuk kasus dugaan pembalakan liar, lanjutnya, penyidik menemukan kayu-kayu sudah berbentuk balok di konsesi perusahaan yang diduga hasil pembalakan liar.
Sedangkan untuk perkara keempat, ia mengatakan perusahaan melakukan kejahatan lingkungan karena dengan sengaja menutup aliran anak sungai yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
Ari Rahman mengatakan, kepolisian sangat serius menangani kasus dengan tersangka korporasi tersebut karena sudah mendapat perintah dari Kapolri Jenderal Sutarman bahwa setiap kasus yang ditangani harus menggunakan mekanisme "multidoors" yang artinya menjerat pelaku dengan berbagai peraturan yang berlaku.''Yang sudah pasti, perusahaan akan dijerat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Kehutanan sekaligus," kata Ari Rahman.