REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah daerah di Provinsi Riau diharapkan sudah menyiapkan diri menghadapi kebakaran hutan dan lahan saat anomali cuaca yang diperkirakan terjadi pada Juni hingga Agustus mendatang.
"Yang perlu diwaspadai anomali cuaca kering pada bulan Juni hingga Agustus. Sebenarnya kita harapkan semua pihak dapat kerja sama, peran pemda harus ada karena peraturannya mereka bertanggung jawab atas hutan lindung dan hutan produksi," kata Kasubdit Program dan Evaluasi Pengendalian Kebakaran Hutan Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan (Kemhut) Sunarno dalam diskusi media di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan tugas Manggala Agni sebenarnya hanya memadamkan api di wilayah konservasi. Namun pada kebakaran hutan dan lahan di Riau pemadaman juga dilakukan di luar wilayah konservasi seluas 2942 hektare (ha).
Menurut dia, kesiapan dan kewaspadaan pemda harus jalan dari sekarang supaya dapat memadamkan api secara dini, sehingga tidak sampai tanggap darurat asap diberlakukan lagi.
Sebagai bentuk antisipasi, ia mengatakan pada 19 Maret seluruh pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hak Pengusahaan Hutan (IUPHPH) dan Izin Usaha Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (IUPHTI) telah dikumpulkan dan diberikan arahan agar melengkapi diri dengan peralatan kebakaran.
Selain itu, lanjutnya, telah keluar Instruksi Gubernur terkait pembuatan embung oleh masing-masing pemegang IUPHPH dan IUPHTI yang dimanfaatkan sebagai sumber air saat musim kering datang.
"Air dari embung ini yang nanti akan dimanfaatkan untuk memadamkan api," ujar dia.
Ia juga mengatakan pengawasan akan semakin diperkuat terutama di "open access" cagar biosfer, karena di lokasi tersebut perambahan dan pembakaran banyak terjadi. Kebanyakan mereka menyerobot lahan bekas HPH yang izinnya tidak diteruskan untuk menanam kelapa sawit.
Hingga 1 April sebanyak 109 orang di Riau ditetapkan sebagai tersangka. Ada 18 orang yang berstatus P21 yang berkas penyidikannya telah siap dilimpahkan ke pengadilan.