REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Natasha Zielke (19 tahun), seorang warga Darwin, Australia, kini harus merasakan "mahalnya harga demokrasi". Ia didenda setara Rp 12 juta dan dicabut SIM-nya gara-gara menolak ditilang dan melawan polisi lalu-lintas.
Semuanya bermula saat mobil Zielke diberhentikan polisi dalam operasi rutin di sebuah jalan di daerah Rapid Creek, Darwin.
Ketika polisi memintanya melakukan tes alkohol, ia menolak. Dalam operasi polisi lalu-lintas seperti ini di Australia, pengemudi mobil akan diminta meniup alat pengukur berupa pipa kecil. Jika seseorang minum minuman beralkohol, alat ini akan menunjukkan kadar kandungan alkohol.
Zielke bahkan menolak masuk ke mobil polisi, dan memaki-maki serta menedang petugas yang berusaha membawanya ke kantor polisi.
Di Pengadilan Darwin yang memeriksa kasus ini terungkap, Zielke akhirnya bisa dibawa ke kantor polisi, dan petugas kemudian berusaha melakukan tes alkohol kembali.
Menurut saksi dari kepolisian, Zielke tetap menolak dan bahkan tetap melawan. "Ini demokrasi. Saya tidak akan melakukan apa yang tidak ingin saya lakukan," ujarnya sembari berteriak-teriak.
Hakim yang memeriksa kasus ini, Michael Carey, menyatakan kepada Zielke, "Pengadilan akan menjalankan hak demokrasinya sendiri dan menjatuhkan denda kepada saudara 1.200 dollar".
Ia juga dicabut SIM-nya dan tidak boleh mengemudikan mobil selama 18 bulan. Begitulah "harga demokrasi" yang harus dibayar Zielke.