Senin 07 Apr 2014 16:31 WIB

Peringati Genosida Rwanda, Sekjen PBB Ingatkan Soal Kekejaman

Sekjen PBB Ban Ki-moon
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Sekjen PBB Ban Ki-moon

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Ahad (6/4), saat menghadiri peringatan ke-20 pemusnahan suku di Rwanda, mengatakan masyarakat internasional mesti memperkuat pendiriannya melawan kekejaman.

"Kita telah memperoleh pelajaran tragis dan berat dari 1994 dalam pemusnahan suku di Rwanda dan kita semua sepakat itu tak boleh terjadi lagi. Namun satu peristiwa terulang lagi satu demi satu di Srebrenika. Kita harus mencegah kekejaman pemusnahan suku yang tak bisa diterima semacam itu," kata Sekretaris Jenderal PBB tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin siang.

Ban memuji Rwanda atas sumbangannya bagi upaya perdamaian di Sudan Selatan dengan mengirim satuan terbanyak prajurit pemelihara perdamaian buat Misi PBB.

Pada gilirannya Presiden Paul Kagame mengatakan kehadiran Ban di Rwanda selama peringatan khusus adalah petunjuk mengenai betapa PBB telah terus mendukung negeri itu setelah peristiwa pemusnahan suku tersebut.

Ban pernah berada di Rwanda dua kali sebelumnya tapi, menurut Kagame, kunjungan paling akhirnya sekali ini berbeda dan memiliki kepentingan khususnya sendiri.

Rwanda pada Senin menyelenggarakan peringatan ke-20 pemusnahan suku yang menewaskan 800.000 orang, masa berkabung nasional, dan beredar pernyataan baru bahwa Prancis terlibat dalam peristiwa itu.

Perkabungan resmi, yang dimulai tiga bulan lalu dengan obor peringatan dibawa berkeliling negara kecil tersebut dari desa ke desa, mencapai puncaknya pada Senin, ketika obor itu tiba di tempat peringatan nasional pemusnahan suku.

Presiden Paul Kagame dijadwalkan menyalakan api yang akan menyala selama 100 hari, masa saat tentara pemerintah dan anggota milisi Hutu menewaskan ratusan ribu orang, kebanyakan orang Tutsi.

Penjaga tempat peringatan tersebut mengatakan tempat itu berisi tulang-belulang seperempat juta orang yang tewas dalam pembantaian brutal, dan kini secara hati-hati disimpan di dalam makam besar yang terbuat dari beton.

Karangan bunga juga direncanakan diletakkan, sebelum upacara di stadion sepak bola Kigali. Ban dan beberapa pemimpin Afrika dijadwalkan hadir.

Namun peringatan tersebut telah dibuat keruh oleh pertengkaran diplomatik sengit dengan Prancis, yang telah menurunkan delegasi tingkat tingginya yang akan dikirim ke Kigali.

Pemerintah Prancis mulanya mengumumkan Paris takkan menghadiri acara itu setelah Kagame kembali menuduh Prancis, sekutu pemerintah nasionalis Hutu sebelum pembunuhan 1994, membantu pembunuhan 800.000 orang dari suku Tutsi.

Paris telah berulangkali membantah tuduhan tersebut dan berkeras pasukan Prancis telah berjuang melindungi warga sipil.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement