Oleh: Erdy Nasrul
Ibadah harus disertai dengan ilmu. Jika ada orang yang melakukan ibadah tanpa didasari ilmu tidak ubahnya dengan orang yang mendirikan bangunan di tengah malam dan kemudian menghancurkannya di siang hari.
Begitu juga, hal inipun berlaku pada amal perbuatan yang lain, dalam berbagai bidang. Memimpin sebuah negara, misalnya, harus dengan ilmu. “Negara yang dipimpin oleh orang bodoh akan dilanda kekacauan dan kehancuran,” kata Muhtar.
Ilmu dan amal saling beriringan. Barang siapa berilmu maka dia harus berbuat, baik itu ilmu yang berhubungan dengan masalah ibadah maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada faidahnya ilmu yang tidak diamalkan.
Amal merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal maka seperti pohon yang tidak berbuah. “Kassyajari bila tsamarin,” ungkapnya.
Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Islam Arrohmaniyyah Serpong Ustaz H Abdul Rojak menyatakan, ilmu tanpa diiringi dengan amal maka hanya berupa konsep-konsep. “Apa faedahnya ilmu teoretis jika kita tidak menerjemahkannya menjadi tindakan nyata,” paparnya.
Dia menyatakan, menuntut ilmu dengan cara yang benar adalah disertai dengan pendekatan kepada Allah. Cara seperti itu akan membuat seorang yang berilmu terhindar dari maksiat. Ilmu yang dipelajarinya akan linear atau sejajar dengan tingkah laku.
Dia akan memiliki akhlak terpuji. Dia akan mencontoh Rasulullah yang merupakan teladan terbaik bagi seluruh alam. “Akhlak ini akan membuat semua makhluk tunduk. Dan ini hanya dimiliki orang berilmu,” paparnya.
Rojak menjelaskan ilmu adalah pemimpin. Amal adalah pengikutnya. Imam Ali Radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Ilmu diiringi dengan perbuatan. Barang siapa berilmu maka dia harus berbuat. Ilmu memanggil perbuatan. Jika dia menjawabnya maka ilmu tetap bersamanya, namun jika tidak maka ilmu pergi darinya.”
Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari para pelajar agama dan para ahli yang mendalami suatu ilmu. Menurut Rojak, setiap orang, baik yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak dalam bidang apa pun, harus mengamalkan ilmunya. Orang berilmu bertanggung jawab untuk mengamalkannya.
Dia mengutip firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS as-Shaaf [61] : 2-3).”