Selasa 08 Apr 2014 16:06 WIB

PBB: Penindasan Rohingya Merupakan Kejahatan Kemanusiaan

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Pengungsi Rohingya di Amerika
Foto: VOA
Pengungsi Rohingya di Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA-- Utusan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, penindasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar dapat dikategorikan 'kejahatan terhadap kemanusiaan'. PBB mengatakan, Muslim di barat Myanmar mengalami sejarah panjang penindasan.

Mengutip Televisi Aljazirah, utusan PBB Tomas Ojea Quintana mengatakan Muslim Rohingya mengalami kekurangan makanan, air dan perawatan medis. Ia menyatakan hal itu saat mengevakuasi ratusan pekerja kemanusiaan internasional di negara bagian Rakhine.

Selama ini Rakhine menjadi rumah bagi 1,3 juta Muslim Rohingya, dengan puluhan ribu diantaranya hidup di kamp-kamp pengungsian yang sesak.Pekerja bantuan yang dievakuasi merupakan sisa-sisa dari serangan massa Buddha, ke kantor para pekerja bantuan. Beberapa pekerja bantuan mencoba kembali ke daerah tersebut, namun telah dilarang oleh pemerintah.

Quintana mengatakan, perkembangan di Rakhine semakin mengarah pada sejarah panjang diskriminasi dan penganiayaan pada komunitas Muslim Rohingya. Hal ini jika dibiarkan akan menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebelumnya, lebih dari 170 pekerja bantuan internasional ditarik keluar dari Myanmar bulan lalu akibat kerusuhan. Insiden ini merupakan kali pertama mereka dipaksa meninggalkan suaru daerah secara massal. Mengingat adanya kekhawatiran bahwa infrastruktur bantuan seluruhnya telah mengalami kerusakan parah.

Penarikan besar-besaran petugas bantuan, otomatis memperdalam masalah kesehatan bagi ratusan ribu pengungsi. Selama ini sekitar 140 ribu pengungsi di kamp dan 700 ribu orang di desa-desa terpencil, menggantungkan diri kebutuhan medis mereka pada bantuan.

"Para pekerja ini berada di Rakhine untuk menyediakan penyelamat nyawa, termasuk pelayanan kesehatan, air dan makanan untuk pengungsi," ujar Quintana seperti dikutip Reuters.

Masalah pecah pada 27 Maret silam, kala beredar rumor yang menyatakan seorang pekerja bantuan internasional menodai bendera Buddhis. Sekitar 400 perusuh kemudian berkumpul di luar kantor Malteser Internasional. Mereka mulai melemparkan batu, sebelum akhirnya menyerang bangunan lain yang ditempati para petugas bantuan.

Selama ini kelompok bantuan telah lama memicu kemarahan sejumlah Budha Rakhine. Mereka dituduh mendukung komunitas Muslim Rohingya. Namun kelompok kemanusiaan menolak tuduhan tersebut, dan menyatakannya sebagai tuduhan yang bias. Banyak pekerja mengatakan, mereka telah diancam dan diintimidasi.

Pemerintah negara bagian Rakhine mengatakan pekan lalu, organisasi bantuan internasional akan diizinkan melanjutkan pekerjaan mereka akhir bulan ini. Namun hingga saat ini belum ada tanggal pasti. Para pekerja bantuan mengatakan, melanjutkan upaya kemanusiaan akan sulit karena orang-orang lokal. Termasuk subkontraktor yang bertugas mengangkut makanan, mereka telah diperingatkan untuk tak bekerja dengan lembaga-lembaga bantuan internasional.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement