Selasa 08 Apr 2014 17:51 WIB

Ustaz H Abdul Rojak: Hindari Konflik Akibat Utang (1)

Ilustrasi
Foto: Governmentgrantlist.org
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Aktivitas utang piutang merupakan fenomena lumrah di masyarakat. Meski demikian, aktivitas ini sering kali memantik konflik fisik, bahkan menyebabkan korban jiwa. Padahal, menurut Wakil Ketua Yayasan Ar Rahmaniyyah Serpong Tangerang Selatan, Ustaz Haji Abdul Rojak, perselisihan fisik itu bisa dihindari bila kedua belah pihak saling menghormati.

“Bangunlah kesepakatan yang baik,” ujar sosok yang juga seorang pendakwah ini. Berikut perbincangan lengkap agamawan itu dengan wartawan Republika Erdy Nasrul seputar etika dan hal ihwal berutang.

Apa hakikat utang?

Kita harus memahami Islam sebagai agama yang sempurna. Berbagai aspek kehidupan diatur dengan rinci, termasuk utang piutang. Ini merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Itu termasuk mu’amalah ma’annas atau interaksi antarsesama manusia.

Islam memandang masalah utang-piutang harus dibangun berdasarkan rasa saling menghormati dan menghargai. Jangan sampai pemberi utang diabaikan dengan menunggak atau bahkan mengabaikan pinjaman yang diberikan kepada si pemberi utang. Si pengutang juga harus dipenuhi haknya. Jangan sampai dia diintimidasi, bahkan dianiaya karena utang yang dipikulnya.

Utang piutang berlaku untuk individu dan lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Tentu dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Ada saksi-saksi dari kedua belah pihak untuk membuktikan adanya transaksi tersebut. Si pengutang nantinya dibebankan dengan kewajiban untuk melunasi hutang. Jangan sampai tidak karena nanti ini akan terbawa sampai akhirat.

Utang seperti apa yang dianggap lunas dengan wafatnya salah satu pihak?

Pahami terlebih dahulu bahwa utang tidak hanya selesai di dunia. Bukan berarti si pengutang meninggal kemudian tanggungannya dianggap lunas. Utang tetap harus dilunasi. Bila di dunia belum dilunasi maka di akhirat nanti amal saleh si pengutang akan dikurangi untuk melunasi utangnya. Pahalanya pun terpotong.

Jika ini terjadi maka akan sangat disayangkan karena nantinya amal kebaikannya belum tentu lebih banyak dari dosa. Kalau dosanya lebih banyak setelah pahala dipotong maka akan semakin jauh dari surga.

Agar terhindar dari ancaman itu, di sini dibutuh kan rasa kekeluargaan.

Orang yang mengetahui bahwa yang meninggal atau almarhum memiliki utang adalah orang-orang dekat. Merekalah yang kemudian memperhatikan utang-utang al marhum. Nah, orang-orang dekat ini nantinya akan memastikan apakah sudah dilunasi atau belum. Tentu pemastian itu dilakukan setelah si pengutang meninggal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement