Rabu 09 Apr 2014 14:56 WIB

KH AR Fachruddin, Ulama Sederhana dan Bersahaja (1)

KH AR Fachruddin.
Foto: Itoday.com
KH AR Fachruddin.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

22 tahun lamanya ia memimpin salah satu organisasi massa Islam yang besar di Indonesia, Muhammadiyah.

Sosoknya yang bersahaja dan bisa melebur pada semua kalangan umat membuatnya menjadi ulama besar yang disegani. Ialah KH AR Fachruddin, sang ulama yang menjadi panutan umat.

Pak AR, begitu dia biasa disapa, kehidupannya sangat sederhana dan bersahaja. Padahal, posisinya saat itu sangat penting sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Saking sederhananya, dia mau berjualan bensin eceran di depan rumahnya. Ya, bensin eceran yang sering dijual masyarakat kecil pada umumnya.

Nama lengkapnya adalah Abdur Rozak Fachruddin. Lahir pada 1916 di Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Ayahnya berasal dari Galur, Kulonprogo, yang bekerja sebagai lurah naib atau penghulu di Pura Pakualaman. Sedangkan, ibunya adalah Maimunah binti KH Idris.

Prestasinya sebagai ketua Muhammadiyah mencetak rekor sebagai yang terlama, yaitu 22 tahun. Sepanjang hidupnya dihabiskan dalam pengabdiannya untuk agama, bangsa, dan negara.

Pada zaman kepemimpinan Presiden Soeharto, ia pernah ditawari untuk menjabat sebagai menteri agama, tapi ditolaknya. Ia adalah pribadi teladan dan sosok pemimpin yang patut dicontoh semua anak bangsa.

Yogyakarta merupakan kota kelahiran dan tempat sang ulama yang cerdas ini dibesarkan. Sedari kecil, ia mendapatkan pendidikan di sekolah formal. Pada 1923 ia pertama kali masuk ke Standaard School (SD) Muhammadiyah yang terletak di Bausasran, Yogyakarta.

Ia kemudian pindah ke SD Muhammadiyah Prenggan, Kotagede. Kemudian, melanjutkan studinya ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Belum tamat di Muallimin, ayahnya tak lagi menjabat sebagai penghulu dan bisnis dagang batik yang dijalankannya pun bangkrut. Ia kemudian ikut ayahnya pulang ke Bleberan, Galur, Kulonprogo, dan belajar pada kiai yang ada di sana. Ia juga mengikuti kelas malam di Madrasah Wustha Muhammadiyah di Wanapeti, Sewugalur, Kulonprogo.

Pada 1930 ayahnya meninggal. AR kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah di Wanapeti dan melanjutkan lagi ke Madrasah Tablighschool (Madrasah Muballighin) Muhammadiyah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement