REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilu di Indonesia selama tiga periode terakhir selalu diwarnai dengan peningkatan jumlah warga yang tidak memberikan suara atau dikenal dengan istilah Golput. Namun di pemilu 2014, pengamat dan media massa memperkirakan angka golput akan menurun karena munculnya Joko Widodo sebagai calon presiden dari PDI-P.
Reformasi yang diiiring kebebasan berpendapat dan memilih harusnya semakin memotivasi masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dalam pemilihan umum.
Namun nyatanya dari pemilu di tahun 1999, 2004 dan 2009 kenaikan angka golput cukup signifikan bahkan di pemilu 2009 angka golput mencapai 30 persen.
Fenomena ini terjadi bukan tanpa sebab.
“Ya karena alasannya hanya janji-janji saja semaunya. Pas nanti kalau sudah terpilih, ke masyarakatnya kurang ya." kata Rika Valentina, seorang karyawati swasta di Jakarta, yang mengaku dari awal ketika dia berhak mengikuti pemilu, dia tidak pernah berniat untuk memilih.
Alasan senada juga dilontarkan Widya, perempuan berusia 36 tahun dari Jakarta.
"Ya, habis bingung mau dipilih siapa. Yang dipercaya siapa juga bingung. Pernah sih tergerak. Cuma kemarin, kemarin kok malah tidak terdaftar. Tapi bingung juga sih kalaupun terdaftar, sepertinya tidak ada yang cocok." katanya.