REPUBLIKA.CO.ID, Menjawab pertanyaan tentang posisi istri dalam menghadapi benturan dua kepentingan yakni antara kepentingan organisasi dan kepentingan keluarga, dapat disarankan:
Pertama, usahakan dua kepentingan itu tetap berjalan tanpa mengorbankan salah satu kepentingan. Misalnya, jika kegiatan organisasi yang sifatnya rutin bersamaan dengan kepentingan keluarga yang juga sifatnya rutin, hendaklah kegiatan organisasi digeser sehingga tidak bersamaan waktu dengan kegiatan keluarga.
Kedua, jika kegiatan organisasi bersifat insidental—karena ada kepentingan yang lebih besar atau mendadak—diprioritaskan kepentingan organisasi dari pada kepentingan keluarga, sepanjang kepentingan keluarga tidak termasuk kepentingan yang pokok, misalnya dengan menggeser waktu bagi kepentingan keluarga.
Dalam hal ini hendaknya istri minta izin atau memberi tahu kepada suami. Dalam pada itu, suami hendaknya memahami kepentingan organisasi (umat) adalah merupakan tuntutan yang dihukumi dengan fardlu kifayah yang akan mengakibatkan berdosa kepada umat Islam setempat—termasuk dirinya—jika tidak ada yang melaksanakan tugas tersebut.
Suami yang saleh yang memiliki kesadaran akan tanggung jawab umat sebagai kewajiban fardlu kifayah, dengan baik sangka, suami akan dengan ikhlas mengizinkan bahkan memberi dorongan kepada istrinya.
Ketiga, jika kepentingan keluarga bersifat insidental, karena ada kepentingan yang lebih besar atau yang mendadak, diprioritaskan dari pada kegiatan organisasi yang sifatnya rutin.
Keempat, jika benturan itu antara kepentingan keluarga dan kepentingan organisasi yang keduanya bersifat insidental, maka kembalikan kepada kaidah fiqhiyyah di atas, yakni dengan memprioritaskan melaksanakan kegiatan yang lebih kecil kerugiannya atau dengan kata lain dengan melaksanakan yang lebih besar manfaatnya.
Yang dikemukakan di sini adalah sekedar contoh, kami yakin masih banyak kiat lain yang dapat dipilih untuk mecari solusi dari problem ini.
Sebagai penutup, perlu kami informasikan bahwa Majelis Tarjih Muhammadiyah telah sejak lama menerbitkan buku Adabul Mar’ah fil Islam, yang merupakan hasil Muktamar Tarjih ke-XX di Garut tahun 1976. Oleh sebab itu, sebagai sarana menambah wawasan dan meningkatkan ilmu, kami sarankan saudara untuk membaca buku tersebut. Wallahua’lam bish shawwab.