REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menemukan keberadaan jeroan sapi impor di pasar-pasar tradional. Jeroan tersebut dikatakan telah mendistorsi pasar jeroan dari sapi-sapi lokal.
Selama ini jeroan merupakan sumber pendapatan pera pedagang atau jagal dalam negeri. Selain itu di beberapa pasar juga ditemukan pedagang yang menjual daging sapi impor dengan sistem pemesanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No, 46/M-DAG/Per/8/2013 pasal 17 menyatakan bahwa karkas, daging dan jeroan boleh diimpor untuk tujuan, penggunaan dan distribusi bagi industri, hotel, restoran, katering atau keperluan khusus lain. Di samping itu, jeroan seperti jantung dan veriety meat juga telah mampu diproduksi dalam negeri.
"Jadi PPSKI meminta untuk menghentikan peredaran daging sapi impor, veriety meat atau jeroan seperti jantung di pasar-pasar tradisional," ujar Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana kepada ROL, Kamis (10/4).
Di Bandung, jeroan impor ditemukan di Pasar Ciroyom oleh pedagang. Untuk jantung dan hati harganya sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per kg. Lalu variety meat dan gandik harganya Rp 65 ribu per kg. Sedangkan harga daging sapi lokal di pasar yang sama harganya Rp 80 ribu hingga Rp 90 ribu per kg. Di pasar induk gedebage, daging sapi impor dijual dengan minimum pemesananan minimal 20 kg.
Kemudian di Pasar Enjok, Cipinang, harga daging impor dijual sekitar Rp 70 ribu hingga Rp 75 ribu per kg. Sedangkan daging lokal harganya Rp 82 ribu hingga Rp 93 ribu per kg. Lalu di Pasar Anyar Tangerang, daging impor yang dijual harganya Rp 70 ribu per kg dan daging lokal hargnya Rp 95 ribu per kg. Konsumen terbesar daging impor ini adalah pedagang bakso dan pengusaha warung nasi.
Jika dibiarkan, khawatir kondisi ini berdampak buruk pada harga jual daging sapi dan sapi hidup di dalam negeri. Saat ini harga daging sapi di pasar konsumsi masih berada di kisaran Rp 99 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram (kg). Sedangkan di tingkat peternak, harga sapi berada di kisaran Rp 39 ribu per bobot hidup. Derasnya impor sapi ternyata tidak menurunkan harga yang signifikan di pasar tradisional.
Melihat kondisi ini, PPSKI berharap pemerintahan yang selanjutnya bisa lebih serius menangani peternakan, terutama jika masih serius ingin mewujudkan swasembada spai dan kerbau. "Meskipun swasembada gagal, upaya untuk mandiri tidak boleh dimatikan. Hanya perlu penataan yang lebih bagus," ujarnya.
Untuk itu ia berharap ada koordinasi yang baik antara Kementan dan Kemendag. Termasuk dalam hal akurasi data yang menjadi acuan banyak pihak untuk mengambil berbagai keputusan strategis dalam membangun peternakan.