REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG-- Kepolisian Resor Belu, Nusa Tenggara Timur, wilayah batas RI-Timor Leste, mengantongi identitas perekrut Walfrida Soik, tenaga kerja wanita (TKW) asal daerah itu yang diancam hukuman mati di Malaysia, namun akhirnya dibebaskan pengadilan.
"Kita sudah kantongi identitas pelakunya, namun hingga kini masih dalam pengejaran," kata Kepala Kepolisian Resor Belu AKBP Daniel Yudho Ruhoro, yang dihubungi dari Kupang, Jumat.
Dia mengatakan, tersangka perekrut yang identitasnya sudah diketahui , juga telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) jajaran Polres Belu, sejak pengusutan kasus tersebut dilakukan. Daniel mengatakan, akan terus mengejar oknum perekrut Walfrida itu, untuk selanjutnya diproses sesuai aturan yang ada, untuk keadilan masyarakat.
Selain itu agar bisa memberikan efek jera kepada oknum perekrut juga sejumlah oknum lain yang berpraktik ilegal dalam merekrut tenaga kerja untuk dikirim ke luar negeri. Dia berpendapat, pengerah tenaga kerja secara kelembagaan maupun individu, harus melakukan tugasnya secara legal sesuai aturan hukum yang berlaku, sehingga tidak membawa dampak kepada calon tenaga kerja yang direkrut.
"Saya kira jika semua sesuai aturan maka akan memperkecil kemungkinan terkenanya musibah sebagaimana yang dialami Walfrida," katanya.
Walfrida Soik, gadis di bawah umur asal Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu telah direkrut oleh oknum pengerah tenaga kerja ilegal untuk bekerja di Malaysia dan berbuntut didakwa hukuman mati oleh Pengadilan Kelantan Malaysia, karena tuduhan membunuh majikannya.
Proses pengadilan yang dilakukan oleh pengadilan Malaysia, akhirnya memutuskan bebas, karena Walfrida dinilai mengalami gangguan jiwa ringan, saat melakukan pembunuhan. Selain itu, Walfrida juga mendapatkan pertimbangan hakim, untuk dibebaskan, karena direkrut ilegal dan masih di bawah umur.
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Belu Petrus Bere terpisah mengatakan TKI asal Kabupaten Belu yang bekerja di luar negeri secara legal, sampai Februari 2014 berjumlah 343 orang. Jumlah tersebut, belum ditambah tenaga kerja ilegal yang direkrut oleh pengerah tenaga kerja ilegal alias para calo yang bergentayangan di tapal batas RI-Timor Leste.
Jumlah Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Kabupaten Belu hanya tercatat 14 perusahaan. Dia mengatakan, keberadaan perusahaan pengerah tenaga kerja ini, harus bisa menjadi perusahaan perekrut yang baik, termasuk membantu pemerintah menjadi pelopor sosialisasi kepada masyarakat. "Karena masyarakat kita masih belum paham menjadi tenaga kerja ke luar negeri," katanya.
Aparat pemerintah di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, diingatkan untuk terus melakukan sosialisasi agar tidak lagi ada masyarakat yang terjebak dengan 'rayuan' para calo pengerah. "Kita punya banyak fakta, ada warga kita ke luar negeri jadi TKI, tinggalkan utang dan keluarga. Kembali ke Atambua masih dengan utang, bahkan ada hanya dengan nama, karena meninggal dunia," katanya.
"Fakta dan kondisi inilah yang penting untuk kita perangi bersama," tambahnya lagi.
Peraturan Daerah Kabupaten Belu nomor 3 tahun 2013 tentang Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia asal Kabupaten Belu, diharap bisa menjadi rambu, bagi penempatan TKI ke luar negeri.