Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Dada Abbad mulai sesak. Ia merasa ulu hatinya terkena cambuk. Dadanya sesak dan hampir menangis saat membaca surat tersebut. Ia pun menghela napas dan melanjutkan membaca surat tersebut.
“Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang berputus asa. Berikhtiarlah segera kawan, carilah pekerjaan yang halal dan yang membuatmu nyaman. Insya Allah, Anda akan mendapatkan pekerjaan jika tak lekas putus asa. Aku akan terus mendoakanmu kawan, agar segera mendapatkan pekerjaan.”
Bagaikan tersambar petir, selembar surat tersebut membuat Abbad sadar bahwa kemalasan yang dilakukannya selama ini salah dan tak akan membebaskannya dari kemiskinan dan kondisi serbakekurangan.
Keesokan harinya, Abbad pun keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Surat itu pun mengubah dirinya. Ia kini semakin tekun beribadah dan mulai giat bekerja, meski gaji yang diterimanya kecil, tak sebesar uang dan makanan yang diterimanya kala ia merintih dan mengeluh pada orang-orang kaya yang melewati rumahnya.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa tidak ada seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik daripada dia memakan makanan hasil dari kerja kerasnya sendiri.
Abu Hanifah berhasil dalam dakwahnya, meski dilakukannya secara tidak langsung tanpa bertatap muka dan bertutur kata, lewat sepucuk surat.