Oleh: Ani Nursalikah
Sekitar 250 tahun kemudian, Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Iran masih seperti itu. Meski, kadang terjadi perdamaian dan perang dengan bangsa lain yang mengalihkan perhatian mereka.
Dalam tarik ulur penaklukan dan kekalahan yang hampir tak terputus selama abad kedua Masehi itu, kavaleri Parthia menyerang Armenia Romawi.
Marcus Aurelius mengirimkan legiun untuk mengalahkan pasukan kuda berjubah baja pada 164 M untuk mencaplok Ctesiphon, ibu kota Iran yang megah sekitar 25 mil sebelah utara tempat berdirinya Baghdad kini.
Sekitar 30 tahun kemudian, shahanshah Iran yang lain Artabanus gagal mengusir Romawi dari Mesopotamia. Proporsi kekalahannya amat memalukan, sehingga menyebabkan jatuhnya dinasti Parthian.
Dengan besarnya jumlah emas dan perak yang dilucuti dari musuhnya, Romawi mampu menunda krisis ekonomi akibat defisit perdagangan parah selama tiga dekade. Shahanshah Parthia terakhir dilenyapkan setelah dinasti mengalami pergantian 43 kerajaan selama hampir 400 tahun.
Kemudian, pada abad ketiga Kristen, penguasa baru Sassania Iran mengguncang Kekaisaran Romawi-Latin yang fondasinya sudah melemah.
Kavaleri lapis baja dan infanteri berdisiplin baik milik Persia mungkin merupakan mesin militer terbaik di dunia. Dalam rangkaian serangan yang tangkas, pasukan Shapur I mempermalukan tiga kaisar Romawi-Latin dan pasukan-pasukan mereka.
Sebanyak 70 ribu legiuner yang tertangkap dipekerjakan di seluruh kekaisarannya untuk membangun jalan, menggali kanal, dan mendirikan Kota Veh-Andiokh-Shabur, tempat lahirnya produksi budaya dan ilmiah Sassania masa depan.
Tapi, bukan hanya dua kaisarnya dikalahkan dan dipenggal, kaisarnya yang ketiga, Publius Licinius Valerian, bahkan ditangkap dekat Edessa di Turki Tenggara. Bagi seorang kaisar, ditangkap hidup-hidup dalam pertempuran oleh musuh asing merupakan penghinaan.