Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya mengagumi dan mengikuti seorang ulama atau kiai kharismatik, yang sekarang telah menjadi kiai sekuler. Dan, apa hukumnya fanatik terhadap mazhab atau ormas tertentu?
Jawaban:
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, akan didahulukan menjawab pertanyaan kedua, yaitu hukum fanatik terhadap suatu mazhab atau ormas tertentu. Ada dua kata yang perlu diterangkan artinya dalam menjawab pertanyaan ini, yaitu kata ‘fanatik’ dan kata ‘mazhab’.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia susunan Poerwodarminto terbitan Balai Pustaka tahun 1976 halaman 280, diterangkan bahwa arti fanatik ialah teramat sangat kuat kepercayaan (keyakinan) seseorang terhadap suatu ajaran, politik, agama dan sebagainya.
Keyakian atau kepercayaan yang sangat kuat itu biasanya menimbulkan kepicikan dalam berpikir, sehingga kurang atau bahkan kadang-kadang tidak lagi menggunakan akal dan budi dalam mengikuti suatu ajaran, politik, agama dan sebagainya.
Biasanya kefanatikan itu menimbulkan pengkultusan terhadap sesuatu benda, tempat, kelompok, golongan, keturunan, atau terhadap seseorang tertentu, seakan-akan yang dikultuskan itu adalah keramat, sakti, dan melebihi manusia biasa.
Fanatik yang demikian itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alquran dan as-sunah memerintahkan kaum Muslimin agar selalu menggunakan akal dalam memahami segala sesuatu yang ada, termasuk dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan as-sunah beserta seluruh ciptaan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran: 190-191).