Sabtu 12 Apr 2014 12:57 WIB

KH Abbas Abdul Djamil, Cendekiawan Pemberani dari Buntet (3-habis)

KH Abbas Abdul Djamil.
Foto: Blogspot.com
KH Abbas Abdul Djamil.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Segala tindak-tanduk Kiai Abbas membuat Belanda geram. Berbagai ancaman pun dilakukan, tapi selalu bisa ditangkis olehnya.

Ia bahkan mengadakan latihan perang di pesantrennya dan memberi nama pasukannya Asybal dan Athfal.

Begitu pula saat Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Pada zaman revolusi kemerdekaan, Pesantren Buntet tampil sebagai tempat penggemblengan pasukan PETA, Hizbullah, dan Sabilillah.

Saat Belanda bersikukuh melancarkan agresi militer kepada Indonesia sekalipun RI telah merdeka, para tokoh Muslim ini pun tampil untuk melawan. Fatwa resolusi jihad pun dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari.

Kiai Abbas ikut tampil di garis terdepan menuju Surabaya. Dalam perlawanan fisik langsung seperti ini, banyak kaum cendekiawan Muslim yang gugur, tetapi tak pernah mematahkan semangat para mujahid yang berjuang demi tegaknya kemerdekaan RI dan Islam.

Pada masa kemerdekaan, Kiai Abbas diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang kedudukannya sebagai DPR sementara. Ia menjadi perwakilan para ulama dari Jawa Barat.

Pada 1 Rabiul Awal 1365 H atau 1946, Kiai Abbas mengembuskan napas terakhir. Ia sangat terpukul setelah mendengar penandatanganan Perjanjian Linggarjati yang banyak merugikan bangsa Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement