REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Triwulan I ini, serapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jabar masih kecil. Dari total APBD Rp 21 triliun, yang baru tersalurkan hanya sekitar 8 persen atau Rp 1,6 triliun.
''Triwulan 1, serapannya baru 8 Persen. Yang sudah dicairkan baru dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) pusat aja dan belanja pegawai serta kegiatan rutin saja,'' ujar Kepala Biro Keuangan Provinsi Jabar, Sri Mulyono kepada wartawan, Ahad (13/4).
Sri mengatakan, sudah menjadi tradisi serapan anggaran pada Triwulan I tak optimal. Karena, semuanya baru persiapan. Apalagi, ada surat himbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta dana Bansos (bantuan sosial) tidak dicairkan.
Menurut Sri, pihaknya sangat setuju adanya aturan itu. Bahkan, bersyukur KPK memberikan himbauan agar tak ada prasangka. Adanya himbauan KPK tersebut membuat semua pihak menjadi lebih teliti. ''Moment Pemilu memang sudah seharusnya tak ada yang memanfaatkan atau menimbulkan prasangka,'' katanya
Sri mengatakan, Bansos dan hibah ini kalau tak terserap hingga akhir tahun akan melihat dulu aturan pemerintahnya. Kalau tak diperkenankan maka bisa jadi anggarannya akan digeser. Tapi kalau masih boleh, akan dicairkan lagi.
Sedangkan untuk bantuan desa, kata dia, sebenarnya sudah banyak yang mempertanyakan. Tapi, kepala desa tersebut banyak yang belum melengkapi persyaratannya.
''Bantuan desa, belum ada dokumen masuk ke kami. Kan desa harus mengajukan proposal dulu ke OPD terkait, nanti mereka memverifikasi baru diajukan ke biro keuangan,'' katanya.
Dana bantuan desa tersebut, kata Sri, tahun di dialokasikan pada 5.321 desa. Setiap desa, memperoleh anggaran Rp 100 juta. Jadi, total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 5 miliar. Asalkan semua persyaratan sudah komplit, maka Biro keuangan akan segera mencairkan.
''Salah satu syarat yang harus disertakan, melaporkan penggunaan bantuan keuangan sebelumnya. Bantuan keuangan ke desa ini kan berturut-turut diberikan,'' katanya.