Senin 14 Apr 2014 07:50 WIB

Bisnis Kehutahanan Kian Lesu

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Hutan
Foto: FB Anggoro/Antara
Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kenaikan biaya produksi tidak diiringi naiknya hraga jual kayu bulat. Hal ini membuat industri kehutanan lesu. "Biaya produksi tidak pernah tetap dan turun," ujar Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri APHI, Nana Suparna kepada ROL, kemarin.

Tingginya biaya produksi disebabkan tiga hal, kenaikan harga bahan bakar, kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan inflasi. Ketiga hal ini juga yang menyebabkan harga jual kayu bulat hampir stagnan sejak tahun 2000.

Dahulu, bisnis kayu bulat dikatakan cukup menguntungkan. Namun industri kian lesu karena tidak sanggup mengejar keuntungan di tengah biaya produksi yang terus naik. Berdasarkan data, dari 600 Hak Pnegelolaan Hutan (HPH ) yang ada pada tahun 1992, kini yang tersisa kurang dari 300 unit. "Dari 270 HPH yang ada, yang aktif hanya 40 persen," kata dia.

Dari jumlah tersebut, HPH hanya memproduksi kayu sekitar 26 juta kubik. Ini hanya 10 persen dari jumlah produksi pada tahun 1990an. Saat ini kayu bulat dihargai Rp 1,2 juta per meter kubik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement